berhadapan dalam tatapan


Tempat itu bisa dikatakan kecil. Ketika pintu dibuka, hanya ada satu kasur single yang diletakkan begitu saja. Seprainya warna putih bersih. Ada karpet sederhana yang menyangganya. Kasur itu langsung berbatasan dengan dinding yang menghadap taman luar. Tak bisa ada banyak barang di ruangan itu. Lemari pun tak ada. Hanya ada rak kecil untuk menaruh beberapa perabot dan music player.

Ruangan tersebut berbatasan langsung dengan ruangan serupa di kiri-kanannya. Tidak banyak. Mungkin, hanya ada sekitar enam kamar berimpitan. Di belakangnya, ada padang luas. Ada tali yang membentang untuk menjemur. Ilalang mengelilinginya serasa melindungi. Tak malu-malu, dandelion menyelip di antara ilalang. Bergerak menari tertiup angin sepoi-sepoi penenang terik matahari. Sekali-kali, serbuknya terlepas membebaskan diri bergantung pada angin.

Siang itu, kami pergi ke sana. Melewati ilalang sambil merangkai kata. Buka pintu, buka jendela, buka pintu belakang, dan memanjakan telinga dengan alunan Cocteau Twins. Pilihan ditentukan tanpa harus berdebat. Sealiran.

Berbaringlah kami di atas kasur nan kecil itu. Menatap langit-langit sambil merasakan godaan angin yang menyapu kamar itu. Berbincang tak henti seolah semua kosakata ingin keluar terus-menerus menunjukkan hadirnya. Kami bersaling. Tak ada yang dominan dan menjadi subnya. Tawa itu terasa pula sampai kenyamanan. Segala keresahan disingkirkan begitu saja. Kegundahan tadi entah milik siapa. Sekarang, itu menjadi barang asing yang diusir dengan kasar.

Ceritanya pun tentang masa kecil yang memalukan dan menjadi bahan tawa. Tak elak, ada pula pertumbuhan yang dibagi. Mimpi menjadi begitu nyata ketika diungkap karena saling menambahkan tanda sepakat dan mendukung. Hingga kami sempat terdiam seketika. Tanpa alasan. Bukan karena kehabisan diksi dan rasa. Kami diam saja tanpa diminta.

Kami tidak lagi menghadap atap kamar. Saling berpandangan. Jarak mata kami tak lebih dari 10 cm. Saling berpandangan dan bicara banyak dalam tatapan lekat itu. Senyum selalu menyungging. Tak ada satu pun dari kami yang ingin mendekatkan bibir hingga lebih dekap. Semua ini sudah lebih dari intim. Kata, lelah, canda, mimpi, kenangan, semua bergerak begitu saja tanpa diminta dan menarik garis kedekatan kami. Kami pun tertidur dengan rasa menggelora. Jarak antara mata kami masih tak lebih dari 10 cm.

*gambar diambil dari http://weheartit.com/entry/6450843

Komentar