Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2012

Selesai

Sudah berapa kali putaran jarum jam aku tidak bergegas? Aku masih saja di sini. Tiba-tiba, aku teringat lagi. Kata mereka, hidup selalu dipenuhi pilihan. Benar juga. Kali ini, pilihanku ada dua. Aku bergegas dengan membawa lima tas besar yang kutaruh di sudut. Atau, aku mencari selesai. Aku menuju taman belakang. Entah berapa putaran jarum jam aku berada di taman belakang. Katanya, ia sudah beberapa kali mengetuk pintu meminta izin masuk, tapi tak bersambut. Aku sama sekali tak mendengarnya. Akhirnya, ia terpaksa menyelonong. Katanya, ia menemukan saya sudah berbalur tanah. Aku melongok dari tumpukan tanah ketika ia bertanya apa yang aku lakukan. “Aku sedang mencari,” jawabku. Ia bertanya lagi apa yang aku cari. “Selesai.”

Tas

Sore itu, aku termangu di balkon belakang. Kudengar kutukan pintu. Sempat ada harapan melesat, tapi sesegera mungkin kuhempaskan. Aku berjalan lambat menuju pintu sembari merapikan pikiran. Kubuka. Kutemukan dirinya. Ternyata, harapan tadi sudah betul. Telah berapa waktu ia tak tampak. Kini, hadir di depan pintu. Basah kuyup oleh air mata dan peluhnya. Dari atas kepala sampai ujung sepatu. Termasuk juga tasnya yang begitu besar, turut basah. Apakah tas itu baru? Aku belum pernah lihat. Hendak ke manakah? Dari manakah? Aku mau diajak ke mana olehnya? Besar sekali tas itu. Cukup untuk bepergian beberapa minggu. Ini apa? Nyata dan mimpi membaur haru. Itu apa? tanyaku terucap, tidak lagi dalam harapan semata. Ia segera membebaskan punggungnya dari bebas tas yang dipanggul. Susah payah melepasnya. Makan waktu lama pula. Aku belum terima jawaban. Aku ulangi sekali lagi, takut ia tidak dengar sebelumnya. Itu apa? Ia menatapku. Lekat. Aku sampai ingin menunduk karena tatapa

Untuk anak perempuanku dari ayahku

Angin sedang berdendang Lantunannya terlalu kencang belakangan Berusaha meleraikan mereka dari pikiran yang tak terkuak Sssttt.... Berbisik sajalah angin itu sambil lalu "Sebentar lagi, ini semua selesai" Seorang lelaki di atas ranjang meneteskan air matanya Tak sanggup melihat penderitaan Terbinar dari mata anak perempuan kecilnya yang baru putus cinta Anak perempuan itu mengetuk pintu Masih kecil saja dia Sambil membawa matahri yang hampir tenggelam Bunga di tangannya layu Tak pernah disiram Ketika melihat lelaki itu Anak perempuan menjatuhkan bunga dan menubruk dada lelaki Hanya tersisa isak tangis yang membasahi kutang lelaki itu Dekap erat dipersembahkan bagi anak perempuan Tak ada yang sanggup menyaingi kasihnya kepada anak perempuan Tak ada seorang lelaki lain Tak ada satu bintang pun yang lebih terang dari kasihnya "Siapa yang menyakitimu, Nak?" tanya dalam hati Dekapan berbalas keintiman Tak pernah

berbagi duka

Saya mulai paham akan alasan banyak orang yang lebih memilih untuk memendam ceritanya. Ketika berbagi duka, kami ingin merasa dipahami dan juga diberikan pencerahan untuk jalan keluar. Dunia memang penuh dengan sebab-akibat. Kadang, tanpa kalian tanya, kami sudah paham betul. Namun, kami perlu dibuai perasaannya. Setidaknya, kami berharap berbagi membuat kalian peduli dengan perasaan kami. Namun, tak jarang, banyak pendengar lebih tertarik kisah daripada perasaan. Pertanyaan bertubi-tubi dilontarkan tanpa adanya pertanyaan akan perasaan yang seharusnya dipahami terlebih dahulu. Kami tidak meminta kesamaan perasaan, hanya meminta kepedulian akan perasaan. Yah, kalau terlalu sulit, berpura-puralah mempedulikan perasaan kami. Kalian sibuk menanyakan sebab dan akibat, mengorek dunia bawah sadar kami yang kadang sudah kami cerna diam-diam. Apa yang kamu rasakan sekarang? Pertanyaan itulah yang hampir tidak pernah keluar dari mulut kalian ketika kami berbagi. Bagaimana carany

jalan kaki

ajak saya berjalan kaki malam ini tanpa mempedulikan detak detik yang kerap mengamati melalui aspal basah dalam pendar lampu kota biarkan saja saya memendam sunyi saya paham kata tak selamanya membuat mengerti ada kalanya diam dalam akrab dapat menenangkan melenakan saya tak punya kisah cinta untuk dibagi tak cukup bijak untuk menerima segala saran asam garam kalian bukan milik saya biarkan saya berjalan di bagian dalam tunggu saya di ujung jika melangkah di depan tahan tangan saya jika menyeberang duluan saya hanya mau berjalan tanpa pertanyaan dan tuduhan bolehkah saya ajak paham nanti malam? saya akan habiskan sesorean mencarinya

ada

Waktu kadang memang bukan teman yang baik. Namun, saya tetap berusaha paham secepat waktu habis terbuai dan tidak pernah mempermasalahkan peruntukan waktu. Siapa yang bisa melawan waktu? Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah memberikan waktu seleluasa mungkin kepada sesiapa. Jika ini memang akhir kami, mohon jangan persalahkan waktu. Waktu adalah satu-satunya yang paling adil di antara kita. Ia tidak dapat disingkirkan, seperti eksistensi. Apa yang bisa dilakukan dengan waktu yang tak pernah memihak? Ada. Hanya itu yang bisa dilakukan. Namun, jika ada saya tak diinginkan—bahkan satu kali saja, saya memutuskan untuk menghilangkan diri. Sungguh saya hanya ingin ada, bahkan bagi dunia ini. Ada bagi orang lain, tidak bagi saya. Terima kasih telah ada selama ini. "you should have been nice to me" - Morrissey

27

Umur 27 merupakan usia krusial bagi banyak orang. Umur itu seperti penentuan untuk meneruskan hidup atau menyudahinya saja. Alih-alih menyerah, menyudahi hidup dalam hal itu disebabkan merasa cukup dan penuh kendali. Ketika saya hampir memutuskan untuk menyudahi hidup, saya merasa belum meninggalkan apa pun di dunia. Sebut saja nama-nama orang yang menyudahi hidupnya pada umur 27. Banyak hal dapat dikenang dari mereka, setidaknya dari hal-hal yang mereka tinggalkan. Sementara itu, saya hanya meninggalkan beberapa tiket konser terhebat dan beberapa tempat yang sudah dikunjungi. Jadilah saya berniat menunda akhir hidup saya sampai dapat meninggalkan sesuatu. Tak lama setelahnya, saya mempunyai satu mimpi. Setelah mencari-cari jodoh untuk menaklukkan mimpi itu, dua malam lalu, saya berbagi mimpi dengan orang yang tepat. Meskipun awalnya sempat menolak, ketika saya jelaskan maksudnya, ia begitu paham dan ingin berkontribusi. Lucu sekali kalau ingat awal mula mimpi itu. Mim