Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2010

debaran

Gerak sandi nyawaku tak terhitung sudah. Berusaha melerai apa yang telah terbelenggu selama hitungan saat. Menyatakan untuk menjadi diri dan mengelabui delusi. Kota ini tumpuan tujuanku kalau terlalu takut untuk menghitung besaran negara. Telah tertatih namun napasnya masih sempat mencerai beraikan angkuh yang tergumpal. Kuasa tak lagi diperdudukkan di singgasana terkemuka. Terlalu lelah menanggung kebebanan. Dibungkam saja tetes pada mata. Dimasukkan kembali melalui pori-pori dan menggerogoti tiap organ yang dilaluinya di dalam. Dijadikan kesatuan kekuatan yang sanggup untuk berbangkit. Tak lama lagi. Ketika lewat tarian, kami bicara. Kata menjadi pisau tertajam yang pernah ada. Potongan gambar kian bermakna dan lebih menggelora. Semayamkan cara lama yang konon telah digenggamnya. Biarlah lakon kami bicara lebih keras. Peran kami mengampuhkan seluruh jawat. Maka, mata kami menancap dalam hati. Jangan tikam kami saudara sesama. Masih banyak masa yang bisa diselamatkan dalam cerita.

ketidaknyamanan dalam kenyamanan

Cita-cita saya hanya satu, yaitu berguna. Berguna bagi orang lain dan berharap bisa menyumbang sesuatu untuk nusa dan bangsa. Beberapa teman saya bilang kalau mimpi saya itu terlalu muluk dan klise. Ada juga teman saya mencemooh saya. Kemudian, satu malam, ada yang bilang kalau saya harus menjadi besar untuk melakukan perubahan. Malam itu, kami berdebat kencang untuk mempertahankan pendapat kami masing-masing. Saya merasa bisa melakukan perubahan meskipun kecil dan dimulai dari diri sendiri. Menurutnya, perubahan hanya bisa dilakukan oleh orang besar. Cita-cita saya itu membawa saya duduk di sini sekarang. Tempat ini memegang rekor bagi saya, tempat terlama yang saya diami untuk bekerja dan berkarya. Ada beberapa alasan yang saya sadari. Pertama, tempat ini sejalan dengan apa yang saya cita-citakan. Memang, saya jauh sekali dari isu yang diusung tempat ini, bahkan kadang merasa tak sanggup lagi untuk mengejarnya. Akhirnya, terasa tak berguna dan terlantar. Kedua, tempat ini menawarkan

impulsif

Keinginan ini menggebu-gebu. Sudah coba ditahan berminggu-minggu, tapi masih sama saja menggebunya. Saya harus beranjak dari sini. Saya tidak tahu akan melangkah ke mana. Bahkan, saya malah menjauhkan diri dari kepastian. Meletakkan diri di area gamang yang keabu-abuan. Saya harus beranjak dari sini. Sungguh, ini bukan masalah pertentangan idealisme, justru saya memperkaya idealisme saya di sini. Bukan pula rasa penolakan di sana-sini. Saya tidak melakukan apa yang seharusnya saya lakukan. Memang, mereka bilang begitu caranya. Tapi, tidak semua orang puas dengan jawaban itu. Dan, saya tidak bisa memuaskan mereka. Entah kenapa, saya merasa harus memuaskan mereka. Saya suka melakukan hal lain di sini, tapi bukan sesuatu yang seharusnya saya lakukan. Saya suka memahami isu di sini, tapi bukan dengan cara seharusnya saya bekerja. Saya nyaman di sini, mungkin bukan seharusnya. Ah! Impulsif! Tak perlu bingung seharusnya, toh minggu depan mereka juga sudah memecat saya.

sembunyikan senyum

Gambar
Di antara lelah yang tak berkesudahan Ia mengendap bersembunyi Mencari lubang untuk menanggalkan senyum sebanyak mungkin sebelum habis Diletakkannya di celah terdalam agar tak diambil orang Ia sisakan saja untuk di penghujung malam Sebelum malam habis, ia kembali ke tempat itu Sibuk mencarinya Tak bisa ditemukan apa yang telah ia simpan diam-diam Di seberang sana, aku menunggu setengah mampus Kupersiapkan seribu umpatan baginya Datang pun ia tergesa-gesa akhirnya Dengan tangan yang dibentuk sedemikian rupa Seolah membawa air yang tak boleh menetes di antara sela jari dan tangan Di situlah ia letakkan senyum yang sudah retak tertindih Sengaja ia simpan dengan maksud baik-baik untukku Malam itu kusisipkan rindu beserta rasa pada kemejanya sebelum ia terlelap