Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2013

Sudah Demikian

Perjumpaan kadang tak disangka. Persimpangan jalan sering membuat kita bersinggungan dengan ketaknyanaan. Entah ada yang tersinggung atau tidak. Tak perlu bergegas mencari arti. Percaya saja, ngalor-ngidul kadang tak perlu makna. Sudah demikian artinya. 

87 Pagi Rancu

Pagi itu rancu Baru saja menidurkan mimpi Atau, justru membangunkannya

86 Sering Belum Tentu Biasa

Detak ini datang lagi Masih saja tanpa permisi Meskipun sudah sering Tetap saja belum biasa Gejolak itu hinggap Urutan menjadi samar Acak justru semakin mengaburkan Pertanyaan ajak peduli setan

85 Puisi Jahat

apakah kita sanggup berpikiran jahat walau sebatas tertulis dalam puisi?

84 Tepat Waktu

terlambat pun tak mengurangi makna tepat waktu tak pernah ada apalagi mereka yang menunggu lapang dada

83 Kasihan Si Ibu

selamat pagi, ibu yang sedang menyeduh kopi tiap hari tak pernah luput doanya untuk si buah hati berharap anaknya menjadi kebaikan di muka bumi dengan anggapan menjadi serta-merta mendapat anaknya tak kunjung pulang beralasan tak sempat padahal ingin datang dengan membawa hadiah berupa puisi yang tak kunjung selesai meskipun sudah

82 Kesiangan

sebaik-baiknya manusia pernah juga ia kesiangan

81 Sibuk Berharap

Kencan kami terpaksa kubatalkan Pasalnya, aku yakin hari itu masih sibuk Sibuk berharap diajak kencan olehnya

80 Mimpilah

Bermimpilah sampai lelah Lelah itu bisa ditanggulangi dengan mudah Apalagi kalau bukan dengan mimpi susah payah?

79 Bohong-bohong

Sekumpulan pembohong bertandang Lengkap dengan pakaian ala pembohong Yaitu berbaju seperti warga kebanyakan Mereka tak boleh punya banyak ciri-ciri Kupersilakan mereka masuk ke rumahku Tepatnya, seolah-olah rumahku Sekali-kali, membohongi para pembohong Pembicaraan pun berjalan Tumben, tak ada canggung berlebih Mereka menawarkan satu pekerjaan serius Pekerjaan sukarela tanpa berbuah uang Malah, katanya, menambah pengalaman segudang "Jadilah salah satu di antara kami Niscaya kau semakin mapan berkehidupan" Aku merasa harus bicara dengan bahasa yang sama Kemudian, kata selanjutnya yang keluar adalah iya Terbahak aku di dalam hati Diam-diam, mereka sedang kubohongi Manalah mungkin kumau jadi pembohong

78 Bercinta

kenal tak seberapa malah mengajak bercinta badannya memang terjaga bikin liur merajalela bukan berarti bisa untuk memperalat rasa aku tahu pasti jawabnya ini bukan tentang hati yang berjumpa hanya penis dan vagina yang dahaga

77 Siapa di Kantung Celana?

kita terlalu sibuk bercanda sampai lupa merokok satu batang tersumpal di mulutku apalah ritual ini tanpa api? setelah menyumpal mulutmu juga kau sibuk mencari korek cari di antara tumpukan barang kubantu dengan mata lebih awas saku celana pun kau rogoh-rogoh dengan wajah, "Nah," kau tarik tanganmu eh, ternyata ada dia dalam kantungmu batal sudah ritual merokok kita canda pun tak lagi berganda

76 Rahim Mimpi

Apakah perlu cinta untuk melahirkan anak-anak cinta? Mereka pun terkandung dalam rahim keteguhan Menggelapkan batas sampai percaya menerang

75 Penyabar

Jika saja adalah penyabar Semua terasa begitu sebentar

74 Kacau

dalam keadaan kacau melulu meracau terdengar hanya kicau tetap berkilau

73 Karena Biasa Saja

kalau bersama, aku dan kamu menjadi luar biasa, apa yang membuat aku dan kamu sendiri-sendiri saja?

72 Kepada Kamu

aku tak mengenalmu sebagai pemberi petaka alih-alih mengatakan dengan pencoba hubungan kita bisa dibilang saling-menyaling sering pula kita bagi segala duka lara lebih kerap membuat risau menjadi tawa tak jua khawatir benar satu berpaling lucunya, seorang pun tak tahu kita bertegur sapa padahal, kita justru tak hanya dekat semata sama tahu Kamu ada di dalam hati tanpa disaring

71 Pintas

senangnya bertanya pun tak menjawab apa-apa mendengar saja pintas lalu tunggu saja sampai diam termangu

70 Lupa Kalau Ingat

segala ingat akan menjadi lupa lupa sendiri sebagian tak teringat ingat-ingat, ini akan dilupa lupakan, ini pun tak diingat

69 Dicari: Pengecut

yang dicari bukan pemberani hanya orang yang mau mengakui bahwa dirinya memang pengecut yang tak mau berlama berkelut kemudian ingin menggandeng tangan dan, memutuskan berani beriringan

68 Pekat Sepat

Puluhan tahun sudah Saya berlaku menjadi lebih kuat Kala suamiku lemah sudah Terlalu susah bertahan dalam pekat Kau pun terlihat gundah Resahku telah betul sepat Ini titik jiwaku terbedah Butuh benar bersandar kepada malaikat Puluhan tahun sudah Malaikatku adalah kamu, anakku berempat Dan, ini sungguh-sungguh tak mudah

67 Orangtua

kita sama-sama dalam masa tidak menahu aku tidak tahu cara menanggapimu semakin renta kau pun tidak tahu cara menghiburku menjadi dewasa

66 Menyedihkan

sudahkah kamu menjadi makhluk yang menyedihkan? mengelus punggung bapak membutuhkan keberanian yang jauh lebih tinggi dari menyayang anak orang

65 Mimpi

Tok tok Siapa? Mimpi           buka pintu Ah, belum ganti baju juga kau?

64 Garing

Lelucon ini sudah tidak lucu lagi Antitesis berlebihan memang Bukankah lelucon sudah pasti lucu? Sudah terlampau sering Kadarnya pun menjadikannya hambar Sudahi saja usah melucu Jenaka tak melulu terasa pas Lawak itu seringnya tanpa maksud Yang tanpa maksud seringnya demikian Justru menyenggol sana-sini

63 Buang Waktu

Apakah kamu pernah merasa membuang waktu? Buang hanya untuk tak bermakna lagi Oh, pantas Pantas apa? Aku membuang waktu ketika tak bersamamu

62 Tepi Pantai

Riak di dermaga menyambutmu Ketidaktahuannya akan dirimu besar Namun, desir angin nista meremehkan Hanya alam yang menerima apa adanya

61 Adakah Tulus?

ketik lelah meminta pengakuan semoga yang tersisa hanya tulus

60 Atap

Atap ini sama seperti yang sudah-sudah Sama memandang semalaman Dua pasang bola mata melihatnya Tebar berbagai pojok tak tentu Terus juga mulut berucap Bicara ke sana-ke mari Disertai tangan yang bebas Sesuntukkan juga tak berpandangan Tawa pun menggelak pada sela Akrab pun terasa hingga terpejam Sama sekali tanpa sentuhan Ini masa akan berkesudahan Atap berbeda yang dipandang Akrab terjalin tidak selesai

59 Foreplay

Anggaplah saya masih butuh Basa-basi yang mungkin tidak lugu Saya enggan langsung bercumbu Pura-pura saja bilang aku sayang kamu Silakan saja pakai tipu rayu Supaya lebih enak bertukar peluh Boleh juga pakai uh-ah-uh Kalau sudah selesai, semua juga tak perlu

58 Pengarang Dikarang

pengarang tidak bisa mengarang lagi ketika bangun pagi dan tersadar hidupnya pun dikarang

57 Balon Merah

Begitu mudah menemukannya Di tengah keramaian yang bising Dia berdiri tegap Dengan satu balon merah menjulang Menolehlah ketika kuberjalan menjelang Senyum berbalas senyum Balon merah pun berpindah tangan Terbanglah, hai kawan Karena ku tak lagi di sini Pesannya jelas tak pakai bersedih hati

56 Maklum

ada tiga kejadian untuk menumbuhkan maklum: mabuk kepayang; sedih mendalam; sakit melunglai mabuk seolah memberi tahu tidak kenal diri sendiri melalui takaran sedih pun menunjukkan belum sanggup menertawakan getir kehidupan nah, sakit itu lemah yang paling manusiawi maklum lebih mudah datang tanpa prasangka meremehkan makanya, kucari sakit tidur sebentar, kegiatan menggiat bahkan, terkesan mencari-cari gerimis memanggil untuk menari makan pun menyedikit hingga berhemat aku harus menemukan sakit biar bisa jadi satu-satunya alasan untuk berbaring di pangkuannya dengan penuh maklum ah, dia pun pasti nanti berbangga menjadi manusia yang lebih sehat toh, kita hanya ingin dianggap lebih sepagian ini suhuku meningkat batuk dan ingus berlomba pameran dan, baru kali ini kusambut semua dengan senyum saatnya tiba kucari dia tanpa ragu bayanganku sudah ada di pangkuannya aduhai nikmat nanti tak terdustakan pesan terkirim jawabannya singkat "sed

55 Gajah

kehadirannya serupa gajah mengendap tanpa suara tiba-tiba saja sudah berada lagi-lagi, kubelajar yang tiada belum tentu tidak ada

54 Ceritakan

ceritakan lagi tentang kunang-kunang yang rela mati demi kasihnya tersayang atau, kisahkan kembali si angsa setia selalu demi rasa mungkin, hanya itu yang kita punya karena kita cuma tiru hewan lainnya

53 Tidak Sakti

ketika pulang nanti kubawa hatiku yang terbungkus rapi Ibu jadi tahu aku tidak sakti bungkusnya penuh darah dan tertutup duri percaya anaknya tidak sekuat besi masih saja ia coba bertanya lagi kapan nikah walaupun siri

52 Menyerupai Ketakutan

menjadi bagian dalam hidup orang terlalu mudah menyerupailah ketakutannya tak pernah disingkirkan, malah dikejar-kejar orang selalu ingin tahu masih seberapa takutnya itulah, kita mudah menjadi bagian diri sendiri

51 Penerang

Sekian sebentar kami bersama Air mata tidak menyerupai biasa Sebelum menetes, selalu diseka Bukan kami pengecut dikira lemah Kalau hal itu, sudahlah lumrah Kami hanya tak mau menjadi penghalang Dari keriaan yang dibawa penerang Percaya pula masih ada dekapan Untuk menyatakan berada di tempat aman Dan, sanggup meneruskan jalan

50 Tujuan

bahagiaku bukan tujuan jika demikian aku sering tidak tahu mau ke mana

49 Keparat

kita butuh sekat agar tak lumat oleh lekat

48 Pohon Kuasa

Mungkin kita tidak perlu menjadi satu Biarlah kalian di sana dan kami di sini Kemudian benalu kita menjadi Menggerogoti diam-diam kuasa yang meninggi Jika sudah berdekatan kita nanti yang terhubung dengan benalu lain Pun, kita tidak kenal Matilah pohon kuasa itu!

47 Mata Gelap

Gelap mata. Kalau sudah gelap, baru cari mata.

46 Seleksi Singkat

Masih ingat pesan-pesan sebelum berangkat kencan pertama? Tampilan luar biasa. Tutur kata dirancang aduhai. Deretan berita pribadi dikemas seramah-ramahnya. Konon, kali pertama merupakan penentuan terdepan. Kali kedua bisa jadi hanya ilusi. Bertemu lagi saja sudah syukur. Dengan segala persiapan yang keterlaluan, terjadilah kencan pertama. Baru duduk barang dua menit, teman kencan berkata, "Saya ini bajingan." Rusak sudah semua langkah yang buku-buku katakan. Kiat apa yang terlewatkan? Sepulangnya, kami menertawakan kehidupan. Dan, adakah yang lebih bajingan daripada bajingan? Jadi, jika memang segala pesan diramu ulang, akan tertulis demikian. Tunjukkan kebajingan sesingkat dan sepadat mungkin pada kencan pertama. Waktu terhemat, rasa terjerat, seleksi singkat!

45 Puas? Sialan!

Aku menulis puisi ini untuk diriku sendiri Bukan untuk memukau pembaca? Pengarang mati di titik terakhir Penyair saja diciptakan untuk memuaskan Tak ada yang perlu dipuaskan Ada. Cinta atau napsu yang membias Sialan!

44 HAH

inginnya membuat orang terkejut seringnya malah jadi terkaget-kaget

43 Falsetto

Ratusan orang datang Ribuan juga bisa Beban yang dibawa berbeda Tujuan tak kalah beragam Harapannya saja nyaris serupa Terhibur Dengan cara masing-masing Mereka--termasuk saya Menantikan denting gitar Suara sekelas falsetto Merasa hidup lebih baik Meski hanya suatu saat

42 Jeruk

Bahagia itu ketika salah sangka Dikira asam, ternyata manis

41 Sumringah yang Manis

Itu adalah senyum tersumringah pada suatu pagi yang biasa saja. Melihatnya, aku tersenyum manis. Setidaknya, aku merasa manis karena kecurigaan yang baik. Senyumku berbalas tawa. Tawanya justru jauh lebih manis. Aku memilih duduk di sebelahnya tanpa ingin mengajukan pertanyaan. Meskipin demikian, bukan berarti aku tidak penasaran. Mungkin saja, iriku yang baik lebih besar daripada rasa penasaran. Ingin benar memiliki senyum sesumringah itu dan juga tawa semanis itu. Dengan duduk di sebelahnya, siapa tahu saja manisnya bisa tertular. Jelang sekian diam yang tidak canggung itu, dia ucap bisik-bisik. Malu-malu tapi tidak ragu-ragu. Setelah kudekatkan telingaku, ia mengulang ucapannya. Masih sambil terlalu manis. "Aku merasa disayang. Sungguh." Setelahnya, ia tersenyum lebih sumringah dari sebelumnya. Aku balas dnegan senyum juga. Semanis yang aku merasa. Aku tahu benar bahwa ialah yang sedang mencintai dengan sungguh-sungguh. Seringnya memang demikian. Orang yang mencintai

40 Air Putih Hangat

Anehnya, kusudah rindu benar Dengar batukmu yang kian menyerang Kala itu, seringnya, kuterbangun Racik air putih hangat Yang kemudian kutaruh di samping tidurmu Itu pun tak mengurangi nyenyakku Apalagi, pada pagi harinya Kutemui gelas itu sudah kosong Berharap benar, isinya menenteramkan Tidurmu dan hariku

39 Bertubi-tubi

Bagaimana kebetulan yang bertubi-tubi Bisa dielakkan begitu saja? Bisa jadi penanda kebenaran Atau, malah pencetus pertanyaan

38 Alas Kaki

Di kebanyakan medan Kaki telanjang sanggup menempuh Sedihnya, atau mungkin untungnya Medan tidak sebaik-baik itu melulu Ada jalan penuh duri yang tersebar Alas kaki bisa jadi pilihan Memang, bukan jaminan Setidaknya, memberanikan Jadi, seperti apa alas kakimu?