Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2010

identitas perempuan

orang-orang bergerak lebih cepat daripada biasnaya. atau, saya saja yang semakin melambat. entah apa lagi penghalang. segala yang ada sudah saya persalahkan untuk menjadi benar. terbukti lagi, oposisi biner selalu menyudutkan. bahkan, tidak menghasilkan apa-apa. jika benar dan salah tidak lagi menjadi masalah, kenapa aku dan kamu bicara dalam bahasa yang berbeda? meski itu, kamu tetap mengerti tiap kata. paham tiap maksud. aku pun begitu. kenapa masih juga aku permasalahkan? aku jadi ingat tengah pagi itu. bangun dengan resah yang menggeliat di tiap arteri yang ada. bertanya asal, siapakah aku. identitas itu menguap. kujabarkan terbata-bata dengan meminjam bahasamu. ke mana bahasa aku? bahkan, aku pun tak bisa menjelaskan identitasku dengan bahasaku sendiri. identitasku tercekam. bukan baru saja dirampok, tetapi aku baru tersadar bahwa ini adalah bentukan. seumur hidupku dibentuk oleh kebelengguan yang kamu ciptakan. dengan bahasa yang ada, kau bentuk pikiranku untuk menyamaimu. berusa

bukan apa-apa

aku selalu dibangunkan oleh perhelatan politik yang tak pernah kunjung selesai. lelah dengan saling menyalahkan dan melempar-lempar kambing hitam. tak ada lagi yang bisa dijaikan tersangka kuat untuk dimushi bersama. semua bersalah. apa yang aku tulis pun turut salah. dingin kaki yang hampir membuat kaku itu menyentakkan kamu dari kelelapan. tak ada berita apa pun. politik jauh. teroris tak sibuk. semua ramah. cuaca berakrab. tanah tinggal bukan perkara saat ini. apa-apa hanya bergerak di sekelilingmu. segala yang ada di sekitar aku dan kamu berbeda. pekatnya matahari di sini tak terasa apa pun di sana. guyuran hujan yang merintik menjatuhi kepalaku tak pernah ada di sana. aroma yang kita aku dan kamu sungguh beda. selalu menyatakan sama, tetapi setiap perbedaan yang aku dan kamu lihat di sekeliling justru menguatkan bahwa ini bukan tempat yang sama, aku dan kamu berdiri pada titik yang berbeda. sama-sama tak bertujuan, tetapi menapaki jalan yang beda. apa yang ditinggalkan? korek api

Gunung Kapur di Pulau Dewata

Di sana serasa hanya ada kita bertiga. Aku, kamu, dan dia. Di antaragunung kapur yang terbelah. Terkesima dengan kelihaian pikiran manusia berikut kepanjangan tangannya dari besi untuk membelah alam. Meilhat karya manusia yang aduhai tinggi dan besar. Dibuat untuk dinikmati dengan cara dilihat, dicermati, dikagumi prose’s pembuatannya dalam bayangan. Tertegun saja kita bertiga di sana. Kirim senyam-senyum sana-sini. Berjalan beriringan menyusuri anak tangga. Naik dan turun semaunya. Tak ada garuda yang bisa kita tunggangi dari sini. Diam saja dia terpaku menanti Wisnu Kencana duduk di atasnya dengan gagak berikut setangkai teratai yang tak pernah luput dari tangannya. Tak ada pelukan di antara kita bertiga. Tak terlihat mesra seperti yag dibayangkan orang-orang dengan gambaran bahagia. Cukup bersebelahan dan membiarkan satu sama lain saling menikmati. Apa saja yang bisa dinikmati. Suasana yang hanya milik kita bertiga saja, kehancuran alam yang dikagumi, lirikan lirih orang-orang, patu