Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2011

Diam-diam

Gambar
Setiap orang berhak menjadi apa adanya. Memaparkan merek dirinya sekaligus diam dalam kelam untuk menjadi manusia sederhana yang patut dikagumi. Keparat! Tidak bisakah tiap orang menyembunyikan pesonanya dalam setiap pertemuan atau setiap pembicaraan? Tiap pesona yang terpancar sanggup melunglaikan hati yang kian terlena; bahkan tanpa keinginan sekali pun. Angkat kaki dari sini. Bukan tempatnya kau meluapkan segala pesona meski begitulah adanya. Ini ilusi. Fatamorgana yang diciptakan untuk menenteramkan jiwa yang sebenarnya sedang paling tenteram. Lalu, buat apa? Memang, tak semua hal bertujuan. Tidak segala juga mendamba maksud. Hanya timbul begitu saja tanpa diminta. Begitu banyak orang menyusahkan dirinya sendiri, seperti orang yang sedang jatuh cinta dengan diam-diam. Setiap serpihan-serpihan dianggap penting dan menjadi momen yang diajak tidur bersama bunganya nanti malam. Begitu mudah membahagiakan orang; semudah menyakiti mereka tanpa kata. * gambar diambil dar

Bersinau-sinau

Gambar
Momen berkesan dalam hidup manusia tidak akan lenyap begitu saja. Tanpa disadari, manusia meninggalkan sesap dalam setiap langkahnya. Diberi tanda satu per satu untuk dikenali kembali ketika menapakinya. Semua hal yang pernah ada dalam hidup manusia dengan sendirinya mencantumkan label-label yang tidak kasatmata. Tak perlu kejadian hebat atau orang yang signifikan dalam hidup. Kesederhanaan ternyata juga memegang peranan penting dalam kesan hidup manusia. Tempat, lagu, cerita, sepatu, tas, kaus, nomor, suara, aroma, sentuhan, orang, minuman, makanan. Tanpa terkecuali. Satu contoh ringan, lagu tertentu selalu didengarkan pada perjalanan panjang. Setiap mendengar lagu itu, imaji di depan mata tidak bisa dihentikan menelusuri ingatan yang menjadi kisahnya. Lagu itu menjadi latar belakang. Jalanan kosong di depan. Pohon-pohon berlarian. Lampu-lampu mobil dari arah yang berlainan menyilaukan mata. Ketika lain, aroma tertentu. Aroma itu dulu berasal dari seseorang

Pernikahan

Gambar
Dari cerita dongeng, pernikahan disebut-sebut sebagai tujuan akhir dengan peran emansipasi kebahagiaan. Harapan melambung tinggi; tepat seperti yang didambakan penulis hikayat. Ketakutan diempaskan begitu saja demi menyandarkan kehidupan seperahu berdua tanpa kehilangan senyum sepersekian detik. Namun, hidup tak semata hanya dari dongeng. Selama perjalanan hidup, pengalaman hidup orang lain dapat memberikan mozaik yang bicara tentang kehidupan, termasuk pernikahan. Sebut saja semua kata yang keluar pertama kali ketika mendengar kata“pernikahan”. Lain pengalaman, lain pula asosiasi yang didekap. Bahagia. Rukun. Selisih. Toleransi. Kompromi. Bungkam. Terbatas. Bebas. Reproduksi. Selingkuh. Belajar. Bersama. Percaya. Tidak cocok. Kesenjangan. Paham. Aman. Resah. Girang. Tunggu. Terdesak. Puas. Pasrah. Maka itu, pandangan tentang pernikahan pun melebar. Dongeng-dongeng menjadi mitos berdalih lebih realistis. Kepercayaan akan pernikahan melenyap perlahan. Atas nama cinta mas

happy

Gambar
it must be great to be one of them. let's dance :)

Rumah Indonesia

Pada satu kesempatan wawancara, saya diberi pertanyaan, “apakah kekuatan budaya Indonesia yang dapat mendorong demokrasi di Indonesia?” Dari pertanyaan itu, saya ingat penelitian yang dilakukan oleh Saya Sasaki Shiraishi. Dia orang Jepang yang memaparkan bahwa relasi begitu penting dalam kehidupan di Indonesia, termasuk kehidupan politik. Berangkat dari pertanyaan tersebut, pikiran saja menjelajah. Keluarga cenderung mempunyai satu tempat tinggal—apapun bentuknya, tetapi biasa disebut dengan rumah—yang menjadi ruang tersendiri. Ruang itu biasa digunakan untuk berdiskusi sebagai keluarga; menyenderkan kepercayaan, berbagi suka-duka, dan tempat untuk saling berbagi dalam keadaan apa pun. Jika benar Indonesia ini adalah rumah saya, kenapa saya tidak merasa seperti ada di tempat tinggal sendiri? Jika pemimpin itu seharusnya menjadi orang tua saya, kenapa saya tidak percaya dengan mereka? Kadang, saya malah merasa tidak percaya dengan saudara-saudara saya yang berusaha saling me