Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2012

Sekapas Khawatir

Sebelum ia berangkat, diam-diam kuselipkan khawatir dalam kantung celananya Bentuknya seperti kapas, kalau kena hujan, akan menjadi berat Kalau tidak, pasti tak terasa ditemani sepanjang jalan Sepulangnya, ia serahkan khawatirku yang sudah semakin berat Basah kuyup sepanjang jalan, katanya Jangan lagi kau titip macam ini diam-diam, pesannya kepadaku Aku pergi untuk melepaskan kekhawatiranku sendiri, tapi kau titipkan yang serupa Begitu katanya sambil menyeruput air jahe buatanku Aku masuk kembali ke dalam, meniduri khawatirku

Hai yang Sederhana

Akhirnya, ajakan itu datang juga. Saya akan diperkenalkan kepada dunia dari kacamatanya. Bagi banyak orang, ini adalah jawaban atas penantian terpanjang. Pengakuan atas perasaan yang seharusnya hanya milik kami saja. Banyak orang bangga dengan momen ini padahal terasa seperti dipamerkan oleh seolah-olah si empunya. Bagi saya, ini adalah awal dari penderitaan. Saya dan dia harus melebur dalam mereka. Saya seakan tidak punya pilihan lain. Saya seharusnya sudah tahu ini sejak awal. Namun, tahu tidak serta-merta membawa siap. Alhasil, saya persiapkan hari itu sejak pagi. Mengira pakaian yang pantas untuk dipamerkan. Saya begitu mencoba memanjakan keinginan mereka yang sedang haus menilai. Saya seakan siap untuk menjadi boneka. Sore pun tak menunggu lama untuk hadir. Ia membawa segenggam kekhawatiran. Keresahan saya menggila. Saya hampir menghindar seperti kebiasaan saya. Tak boleh lari kali ini, pikir saya. Saya hanya butuh paham sore ini untuk tenang. Tak ada orang yang

Perempuan dan Patah Hati

Saya sedang merasa sedih.  Belakangan, saya melihat orang di sekitar saya patah hati. Berkeping-keping. Saya memang baru saja merasa patah hati, bahkan mungkin saya masih mengalaminya. Saya juga sadar bahwa respons orang terhadap perasaannya sendiri berbeda-beda. Segala cara dilakukan untuk melindungi dirinya sendiri dari sakit yang sudah pasti. Iya, saya paham. Namun, kali ini saya sedih. Orang itu sering kali menyalahkan dirinya sendiri. Memang, kita tidak harus menyalahkan orang lain atas segala yang terjadi. Meskipun demikian, menurut saya, tidak pantas juga menyalahkan diri sendiri atas semua kejadian, apalagi penilaiannya dilakukan berdasarkan kacamata sosial semata. Maksud saya begini, saya sangat tidak setuju bahwa patah hati sama juga pembuktian bahwa ada (dalam hal ini) perempuan lain yang lebih cantik, lebih muda, lebih pintar, dan lebih-lebih lainnya yang lebih dipilih oleh laki-laki idamannya. Hallloooo! Bukankah itu hanya kacamata sosial yang selalu