Postingan

Menampilkan postingan dari 2016

Kapan Pulang?

“Kapan pulang?” Itu adalah salah satu sticker favorit saya dari rangkaian #celahjakarta. Tadinya, itu dibuat atas dasar bayangan saya dengan pertanyaan lanjutan, pulang ke mana? Bukan bermaksud tragis, justru bahan tertawaan. Boro-boro berpikir kapannya, ke mana saja belum tentu tahu. Ada beberapa hal yang jauh terasa lebih menusuk daripada yang tidak terkatakan. Menusuk yang bisa ditertawakan. Senjata makan puan. Pertanyaan itu diberondong oleh beberapa orang ketika saya sedang sakit. Salah satunya, saya mendapatkannya dari ibu saya, “Kamu nggak mau pulang?” Pesan itu berbalas, “ I’m home, Am. Ini sudah di apt.” Bagi sebagian orang, ‘pulang’ tidak pernah diartikan berada di satu ruang yang penuh dengan kesendirian—padahal maknanya tidak sama dengan kesepian. Kemudian, saya sadar, perbedaan makna itu juga bisa menyakiti orang lain. Namun, saya tahu betul, banyak hal yang bisa jauh lebih menyakitkan kalau saya tidak berada dalam ruang yang paling nyaman dalam keadaan sakit. Berada

Diskon Kesehatan pada Hari Ibu

Gambar
Apakah sudah dimulai perdebatan ritual setiap 22 Desember? Sebagian orang—dengan alasan masing-masing—sibuk merayakan Hari Ibu dan sebagian orang lainnya lebih memilih memperingati hari ini sebagai hari gerakan perempuan—juga dengan alasannya sendiri. Sudah mulai? Sudah mulai atau belum, kita bisa jadi kalah cepat. Ada pihak yang sudah merayakannya terlebih dahulu sejak seminggu lalu; pun pakai atas nama Hari Ibu. Sejak 13 Desember sampai akhir bulan ini, salah satu rumah sakit swasta mempersembahkan penawaran menarik bagi para ibu Indonesia agar tetap sehat dan aktif. Kata-kata itu saya ambil langsung dari brosurnya. Perhatikan kata mempersembahkan yang seakan-akan sudah diatur dan dipikirkan sedemikian rupa. Ada beberapa kata kunci yang akan dibahas lebih lanjut: ibu dan sehat. Sekarang, kita lanjut dulu untuk melihat penawarannya berupa diskon 10% jika mengambil paket hemat. Paket hemat yang dimaksud adalah pap’s smear, mammography, bone densitometry, dan USG payudara. Jika m

dua desember

di kota tak bersudut, semua serba putih diumbar segala kekuatan yang dilatih berawal ketidaktahuan menjelma patih di mana lagi mesti kita tanamkan letih? demi nalar, lebih baik kalah atau salah? demi benar, lebih baik takut atau kalut? perayaan berjejalan menjadi ancaman pembiaran malah memantik pertanyaan apakah sedang menghimpun ketakutan? atau malah menimbun kebebasan? demi nalar, lebih baik kalah atau salah? demi benar, lebih baik takut atau kalut?

Kematian Begitu Dekat

"Saya mau mati." "Saya mau mati." "Saya mau mati." Pesan-pesan tersebut saya dapatkan berturut-turut sekitar pukul 19.00. Tidak ada keakraban di samping saya, hanya kumpulan orang dengan pekerjaan yang harus diselesaikan. Juga nyamuk-nyamuk yang mengingatkan keberadaannya dan meninggalkan bekas di tubuh. Saya dan pemberi pesan sama sekali tidak akrab. Namun, pesannya terasa begitu akrab. Saya langsung meninggalkan pesan kepada seorang teman, "Bisa bantu teman saya?" Entah apa makna teman. Satu-satunya yang ada dalam pikiran saya hanyalah memberikan pilihan lain selain mati. Jangan sampai dia pilih mati. Konsentrasi saya bubar secara nyata. Saya berkonsentrasi penuh dengan pesan-pesan. Entah mana yang nyata. Dia setuju menunda kematiannya untuk bertemu dengan saya keesokannya. Setelah pertemuan dengannya, saya runtuh; merasa telah mengkhianati apa yang saya percaya. Saya percaya setiap orang sudah punya pilihan. Dan, saya percaya bahwa saya

Cerita Hari Minggu

Hari ini saya kebosanan. Mungkin itu kata halus dari kesepian.  Saya hubungi teman-teman. Satu sedang kencan. Satu sedang jalan-jalan. Satu sedang arisan. Satu sedang latihan.  Coba kirim pesan ke lain kawan-kawan. Satu dengan anjingnya sudah janjian. Satu ada  kerjaan untuk bayar tagihan. Satu lagi tidak dapat balasan. Akhirnya bertemu dengan satu teman yang janjinya terus dibatalkan. Ternyata dia butuh hiburan. Baru saja gagal perkawinan. Sebelum ijab kabul, sudah banyak permintaan. Satu temannya datang. Katanya, sedang dililit utang. Melambung tinggi harga semua barang. Pendapatan di bank hanya lalu-lalang. Satu lagi tiba, lelah menyupir mobil bukan milik pribadi. Dipecat pas anak mau masuk sekolah sebulan lagi. Pasangan ngomel karena makanan tidak bergizi. Surat pecat disimpan dalam laci. Akhirnya, mereka adu tragedi. Temannya ada yang ditinggal pergi. Pacarnya sekolah ke luar negeri. "Kamu ke sini atau kita akhiri.&q

Dukungan Pemerintah terhadap Mesin Pengeruk Kemanusiaan

Ketika lagi mengajar bahasa Indonesia via Skype, satu whatsapp group sibuk membahas camping akhir minggu ini. Satunya lagi sibuk ngobrolin rencana nge-beer Jumat malam. Satu whatsapp group lainnya baru berhenti kurang lebih 3 jam lalu setelah seharian tidak berhenti membahas kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru saja dicabut. Angkat nama dengan kebijakan yang baru dikeluarkannya: anak-anak sekolah selama satu hari penuh. Satu hari penuh yang dimaksud Menteri Pendidikan dan Kebudayaan yang baru adalah sampai jam 17.00. Jadi, orangtua bisa menjemput anaknya sepulang kantor. Mengutip CNN.com , Mendikbud Muhadjir Effendy bilang begini, “Dengan sistem full day school ini, secara perlahan, anak didik akan terbangun karakternya dan tidak menjadi ‘liar’ di luar sekolah ketika orang tua mereka masih belum pulang dari kerja.” Kebijakan tersebut menuai kecaman. Whatsapp group tempat saya hanya menjadi ninja (mengamati tanpa komentar) tentu saja merongrong kebijakan terseb

kepada siapa babu boleh mencinta?

mindik-mindik untuk curi lirik majikan datang tanda kepulangan ajudan lari ke beranda supaya pintu terbuka mobil mewah berlalu, mata hamba masih sayu ibu menyeduh kopi hitam, kesukaan majikan hamba bergegas ke dapur, urung buat kencur ajudan ke belakang, air dijerang hamba taruh jemuran, menyembunyikan pandangan ketangkap mata, hamba berlalu tanpa harta ibu, kepada siapa hamba boleh mencinta? siapa saja, asal setara ibu, siapa sama di dunia? cari sesama babu biar tak malu hujan gerimis, jemuran perlu ditepis angin bawa kutang ke mangga matang hamba rendah, ajudan ambil galah malu menangis, beliau bilang tetap manis kenapa kita jadi babu, ibu? masih banyak cinta, katanya, terus meminta tuhan di mana? masih di penjara? tuhan bukan babu. jadi hamba perlu malu?

Penjaga Rahasia

Penjaga rahasia. Sebutan itulah yang sering saya berikan ketika ditanya apa yang saya lakukan sehari-hari. Kerjanya menjaga rahasia orang demi mengamini keputusan-keputusan—yang seringnya tidak mudah bagi—orang lain. “Saya hanya beri tahu kamu. Saya sendirian. Tolong saya,” begitu mereka kerap menjelaskan duduk perkara atas nama hidup yang diyakini lebih baik, sebut saja keluarga bahagia, rumah tangga sentosa, karier berlanjut—tanpa harus melejit, kehidupan kembali seperti semula. Dan, saya tahu betul setiap orang pantas mendapatkan kehidupan yang layak. Tentu saja, bukan untuk saya, tetapi untuk kehidupan mereka. Persetan dengan hidup saya. Kepedulian, kata saya, adalah sesuatu yang membuat saya bertahan menjalani semuanya dalam diam. Tapi, apakah diam saya merupakan bagian dari kepedulian? Apakah diam saya justru melenakan saya dalam kehidupan yang aman-aman saja? Apakah dengan kepedulian, kemudian semua sudah selesai tanpa ada lagi yang perlu dilerai? Diam justru bisa jadi mela