Ini Jembutku, Mana Jembutmu?


Okeh, ini tentang jembut. Apakah Anda pernah lihat jembut? Jembut sendiri tentu saja pernah lihat, pun ada juga beberapa orang yang memilih dengan penuh kesadaran untuk tidak melihat jembutnya sendiri. Bagaimana dengan jembut orang lain?


Saya sudah bosan dengan misuh-misuh orang tentang penampilan, gaya bicara, bahkan pola pikir—pun ini hanya segelintir. Tapi, tidak ada satu pun yang datang dengan menjadikan jembut sebagai topik. Kebanyakan mereka bicara tentang sesuatu yang ada di luar, berkoar-koar tentang banyak hal yang tidak bikin gentar. Kemudian, apa?


Wacana besar selalu diumbar seolah menjadikan mereka yang paling benar. Apa iya dalam kehidupan sehari-hari mereka sudah bertingkah baik? Baik pun belum tentu benar, setidaknya itu yang dikatakan Pram dan saya percaya betul. Apa dengan ngegerundel tentang hal-hal kecil yang dianggap sebagai indikasi sesuatu yang besar dan dipandang dengan begitu serius kemudian menciptakan suatu keadaan ideal? Jangan-jangan itu justru lebih baik daripada orang yang tidak pernah memperhatikan hal kecil sampai tidak bisa menghargai usaha kecil yang dilakukan secara terus-menerus.

Mereka teriak lantang, “edukasikan sekitar”. Kalau demikian, siapa yang sudah teredukasi dan siapa yang belum teredukasi? Atas nama gelar pendidikan, mereka lantas selamat masuk barisan berpendidikan, gitu? Padahal, tingkat pendidikan juga tidak berbanding lurus dengan berbudaya, walaupun lingkungan sekitarnya sudah budayawan semua.

Silakan datang kepada saya kemudian bicarakan tentang jembut. Apakah ada jembut di tubuh kita? Seberapa panjang jembut kita? Bagaimana jembut diperlakukan? Adakah hubungan kepemilikan antara jembut dan empunya tubuh? Kita punya jembut atau jembut punya kita?

Seselesainya, kita bisa bicara tentang jembut orang lain kalau memang pernah melihat. Tapi, apa iya kita pernah melihat jembut orang lain? Di kamar mandi-kamar mandi umum, jembut sering tertinggal dan dihindari sedemikian rupa. Kemudian, marah-marah tentang kejorokan. Jejak kejujuran menjadi sesuatu yang begitu memalukan. Itu sungguh memilukan.

Ini kita bicara tentang jembut; sesuatu yang paling jujur; sesuatu yang tolak ukurnya ada dari diri kita sendiri. Rumput tetangga selalu terlihat lebih lebat. Ketika orang-orang iri akan kesuksesan yang terjadi pada lingkungannya, apa yang membuat mereka tidak melihat jembut tetangganya saja? Toh, ukuran bagusnya juga beda—ada atau tiada jembut; bentuk ini atau bentuk itu.

Jadi, mohon datang ke saya dan mari kita bicara tentang jembut. Wacana besar bisa ditanggalkan sementara ketika kita sudah datang dan paham akan kejembutan masing-masing. Setelahnya, wacana itu akan datang sendiri, mungkin dengan pasukan siap tempurnya. Ketika kita sudah menjadi kita sendiri, kita akan siap menantang segala kegetiran. Ketika kita bertemu di satu meja dengan membawa satu bungkus plastik bening berisi jembut dan bangga berkata, “Ini jembut saya. Mana jembutmu?”, pintu perjuangan sudah terbuka karena apa lagi yang perlu disembunyikan selain jembut? Pembicaraan selanjutnya sudah bisa melebihi perjembutan nasional.

Lalu, obrolan tetek-bengek lainnya bisa kita lakukan sambil lalu lalang saja. Bukan tidak penting, saya suka dengan ketidakpentingan. Itu bisa kita lakukan untuk mengisi jeda kekosongan, sebagai basa-basi sampai tak basi dan jadi jenaka. Namun, ada diskusi lain yang tidak begitu-begitu saja. Obrolan tentang jembut bisa mengubah keseharianmu secara mendadak untuk melakukan sesuatu yang—dianggap—lebih besar. Buat apa kita bicara panjang lebar, kalau malamnya nanti kita lupa semua?

Kalau pembicaraan Anda masih sebatas protes ini-itu dan menyalahkan segala sesuatu yang ada di luar, tapi tidak tahu jembut Anda lurus atau keriting atau oval atau model bob atau model layer, kita pindah meja saja. Main kartu atau panggil peramal sekalian.

Di luar celoteh tersebut, apakah kita bisa datang ke setiap orang yang baru dikenal dan—macam tukeran kartu nama yang sedang ngetren—tukeran plastik berisi jembut masing-masing? Atau, apakah kita sudah siap Instagram—misalnya—kita dipenuhi dengan macam-macam jembut? Begini kira-kira caption-nya, “Ini jembut pagiku”, “Siang-siang, jembutku sudah begini”, “Selfie sama jembutku”. Kalau demikian, akun @itssteviewonder pasti jadi makin paling lucu. Pun, sebenarnya, kegelapan di akun itu justru sudah menunjukkan jembutnya diam-diam. 


Komentar