Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2006
Ah,,, pagi ini indah. Pagi ini sudah dimulai sejak malam tadi. Aku terpaku di dalam perahu dan terdiam mengikuti arusnya. Dayung pun kadang kupakai bila kusudah tak sabar dengan arus yang menenang. Sejak semalam burung perkicit mulai menyerukan suara yang khas. Rasanya suara itu dibuat khusus untuk terdengar di telingaku. Dan ia tak bosan bertengger di dahan sana. Tanpa melihatku. Namun, aku menganggap adanya untukku. Kalau boleh kuberucap pada-Mu, Tuhan, terima kasih atas perjanjian yang kau tepati melalui dia. Sungguh, Kau adalah sosok yang penuh janji, Tuhan.

stand up applause

Siang tadi kita bersua di antara keramaian. Hari ini kau tunjukkan aku cara menjadi manusia sosial. Sanggup menekan keras keinginan yang kau impikan atas nama kebersamaan. Kau bungkam keinginan itu biar kesempatan bicara lebih banyak. Kali ini kau memenuhi janjimu dengan cara lain. Maaf, aku tadi hanya duduk terdiam. Sibuk memendam suara tepukan tangan dalam hatiku. Diam-diam kubelajar cara menkmati hidup darimu.

inginterkutuk

ah,,, aku merindu kalian belakangan ini bagi kisah ditanggap tawa dan hina yang menyenangkan mengulang cerita yang sama tanpa pernah jera apa yang kalian lakukan di sana sua dunia yang lebih berwarna-warnikah atau semakin banyak nyaman yang menawarkan warna apapun yang kalian lihat kita masih menjadi warna dasar yang selalu menjadi unsurnya walau tanpa waktu dan kesempatan izin sebentar kirim aku senyum yang menghangatkan aku yakin masih ada energi yang tersimpan di alam ini untuk kita tempati

Padi

Aku jatuh cinta. Kali ini dengan kumpulan ilusi di udara arau di suatu tempat yang tak berbatas. Kumpulan itu kuisi dengan sosok pelindung. Keras. Dingin. Namun, sekaligus menyejukan. Entah dari mana ilusi itu datang. Kadang kuisi pikirannya dengan segala kekayan ilmu. kadang ditambah angkuhnya agar ia menjadi sosok yang kuat dan tegas. Kadang kurombak lagi ilusi itu dan dibungkus dengan kesederhanaan. Ilusi ini lebih cepat berganti karena aku telah menjauhkan diri dari impian pangeran yang baik hati. Ah, aku cipta manusia. Manusia yang mendominasi. Manusia dominan. Dan aku pun tetap manusia. Manusia yang ingin punya kekuasaan. Kuciptalah ilusi pemikiran duniawi. Salah satu dari manusia kebanyakan. dan aku pun menjadi Sang Puteri; dikelilingi kekaguman akan sesuatu yang baru diketahuinya. Tetap saja, kutambah ilusi itu dengan kelebihan yang lebih. Aku juga inginmenikmatnya. Toh, itu kunci utamanya. Kenikmatan. Kusebut ilusi itu dengan Padi. Kupilih Padi karena padi adalah sumber makana

tanpa harap

Tak banyak yang kuharap darimu. Malah aku mau mulai mencoba untuk tidak berharap. Ada yang berpikir bahwa harapan adalah satu-satunya alasan manusia untuk tetap bertahan di dunia ini. Namun, ada juga pemikiran bahwa manusia selayaknya tidak punya keinginan untuk tetap berada di titik keseimbangan. Jadi, manusia akan merasa damai sampai kapan pun. Sekarang aku hanya menikmatimu. Melihatmu hanya sebagai manusia—atau seperti yang dikatakan sebuah buku; hanya 4 elemen utama yang bersatu: bumi, angin, air, api—tidak lebih. Hanya elemen lain yang memberikan energi positif pada diriku. Dan terus terang, aku membutuhkan enerfi positif itu. Tapi, aku mencoba mengerti kebutuhanmu sebagai manusia kebanyakan. Aku mencoba menyeimbangkannya. Toh, aku pikir itu memang salah satu pemikiran yang ingin aku capai. Keseimbangan. Beranjaklah dari sini Siapa tahu aku masih bisa ada di situ Membagi energi-energi yang mungkin tidak berpengaruh

Ruang Pascatindakan di RS Harkit

Orang di sebelah sudah sebulan dirawat di rumah sakit ini. Ketika ditanya keluhannya, bapak tua itu tidak bisa menjawab. Katanya, dokter menyuruh saya untuk dikateter. Apa benar ia tidak mempunyai keluhan? Satu bulan merupakan jangka waktu yang cukup lama untuk bertanya pada diri sendiri dan merasa apa yang tubuh rasa. Mungkin saja bapak itu tubuhnya sudah terbiasa dengan rasa yang dulu ia keluhkan. Namun, sekarang itu sudah menjadi rasa yang biasa karena sudah lama terbiasa. Mungkin juga bapak itu sedang menentang tubuhnya. Perkataannya dijadikan sugesti untuk dirinya sendiri agar tidak merasakan apa-apa; tanpa keluhan. Mungkin juga bapak itu sudah menyerah pada kehidupan. Ah, mungkin saja bapak itu terlalu sibuk mengurusi pikiran keluarganya. Ia bertoleransi pada keluarga yang selalu merasa cemas dan menunggunya di rumah sakit selama sebulan. Ia harus menghilangkan keluhannya agar dokter lebih cepat mengizinkan dia untuk kembali ke rumah. Mungkin bapak itu sudah pasrah. Ia menyerahka

sepiku

apa yang harus disebut dengan kita? kita terlalu abstrak atau hanya sekedar samar tak pernah berani melangkah ke area merah dan sungkan untuk mundur ke area biru benarkah kita terlanjur kerasan di area merah kebiru-biruan ini? tak ada seorang pun yang dapat memandu kita itu sebabnya ini semua hanya bekisar kita dan alam alam pun hanya dapat memanjakan kita beri kita sehelai benang untuk menggantung kata-kata bahkan kadang kata-kata itu berubah jadi sunyi dan teraduk dalam kopi racikan kita mungkin hati telah kita letak dan lupa arah kembali kemudian senja membuat kita belajar tertawa dengan hati yang kosong tak peduli mendung meninggalkan kita dengan derai air matanya kita hanya ada dengan cara kita di dunia kita apa masih butuh pengertian orang lain?

setelah berbicara dengan sepi di perjalanan pulang

Besok ap check-in di Harapan Kita. Dan gua baru pulang pergi ama anak basket tengah malem gini. Sebenernya sempet ngerasa nggak enak juga tapi lama-lama mikir alesannya. Kayaknya belom ada alesan yang tepat. Penyakit adalah penyakit. Tubuh adalah tubuh. Keluarga adalah keluarga. banyak orang yang menyatukan semuanya. "Anggota keluarga gue sakit dan yang namanya sakit itu nggak bisa dipisahin ama tubuh karena penyakit itu ada di dalam tubuh." (Kacau bahasanya! Di dalam satu kalimat terdapat berapa topik yang terbagi atas berapa kalusa tuh? Alaah!) Pemikiran seperti itu emang benar juga. Tapi hari ini gue coba cari pemikiran baru dan hasilnya gue mau misahin itu semua. Penyakit adalah penyakit. Tubuh manusia hanya sebagai wadah. Ketika manusia tidak sakit, penyakit itu tetap ada. Penyakit ada di antara manusia tanpa manusia sadari dan tanpa manusia lihat. Penyakit bisa masuk ke dalam tubuh manusia ketika pikiran manusia lebih banyak ion negatifnya. Salah satu faktor yang ngeduk

huhu,,,

rindu kangen

UU Tata Krama Penindak Hukum Indonesia

3 jam menunggu jaksa yang mengundang datang ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Itu adalah salah satu kasus yang dilempar kepada masyarakat untuk menentukan wajar atau tidaknya, sopan atau tidaknya, atau yang lebih makro bagaimana sistem hukum di Indonesia. Saya hanyalah satu orang awam yang tidak paham akan hukum. Namun, ketika saya harus berhubungan dengan sistem hukum di Indonesia, saya sangat tidak tertarik. Jaksa sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi salah satu panutan baru datang 3 jam kemudian setelah saksi datang. Cukup banyak yang dapat dipaparkan dari hasil pengamatan selama 3 jam tersebut ditambah mengantri sidang selama setengah jam dan sidang itu sendiri selama kurang lebih 15 menit. Semua terdakwa menggunakan kemeja putih lengan panjang, celana panjang, dan peci. Entah peci itu sebagai lambang salah satu agama atau sudah menjadi bagian dari pakaian nasional sejak Presiden Negara kita yang pertama selalu menggunakannya. Masih ada satu lagi yang seragam di

linting dan vodka

ingat malam itu? seseorang baru saja datang bawa setumpuk kertas tipis dengan potongan kecil-kecil tidak lupa juga sebuah bungkusan yang dilapisi kertas coklat kita semua mulai duduk melingkar menahan dinginnya lantai di malam yang hampir tengah eh, tapi masih ada yang tetap duduk di kursi itu bersender dan memainkan kunci-kunci gitar hingga melantunkan lagu lagu yang dikenal kita tentu maka kita bersenandung di tengah hinaan dan tawa robek saja kertas pembungkus itu lalu gulung biar aku yang memisahkan biji-bijian ini alah! terlalu banyak biji dalam bungkusan ini dari mana asalnya ini??? serpih demi serpih dipilin hingga halus ck, masih saja teledor untuk menjatuhkannya ke lantai bukan apa, hanya serpihan itu juga dapat dinilai dengan uang ia menumpuk dua potongan kertas tipis menaruh serpihan di atasnya "ayolah, anak yang mempunyai jiwa seni!" "Anak yang nggak pernah cabut waktu prakarya!" digulung, digulung, atau ada satu kata berkelas kata verba yang mewakili k

hidupku kapan berakhir?

ketika ia memutuskan untuk mengakhiri hidup ini aku hanya duduk di sebelah orang kesayangannya tak bisa berbuat apa-apa sekedar mengelus pundaknya namun tangisnya malah membesar ketika ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya aku hanya membalas pesannya menanyakan siapa yang akan menyetir mobilku dan menemaniku selama perjalanan dan itu kita anggap sekedar gurauan ketika ia memutuskan untuk mengakhiri hidupnya aku hanya tertawa berusaha memberikan kesan itu bukan hal yang luar biasa sekedar bagian dari keinginan manusia di waktu senggang mungkin ketika aku memutuskan untuk mengakhiri hidup aku membaginya dengan kata-kata tanpa jawaban tanpa gurauan hanya kata-kata ketika aku memutuskan untuk mengakhiri hidup aku tidak mau beralasan menyerah pada hidup ketika saatnya tiba aku hanya mau mati karena mau mati