Postingan

Menampilkan postingan dari 2007

hitam kosong

Anda siapa? Berturut malam terus hadir mengisi kisah di angan Cipta senyum halusinasi dan rasa yang maya Padahal kita terbatas oleh kenyataan Boleh kusebut dengan hitam kosong? Karena bintang ternyata tak berisi Bongkahan tempat pantul cahaya Terlalu jauh untuk digapai Sini, dekat lagi Tiup sedikit napas bagi hati yang temaram Khayalan ini terlalu dekat Dan harumnya tersebar hingga pojok hati 071107 12:58am

Bolehkah?

Boleh pinjam jiwa Anda sebentar? Mungkin kita tidak saling mengenal sama sekali. Tapi, saya sudah kelelahan dalam pencarian ini. Sebentar saja. Saya hanya ingin meminjam pundak untuk bersender. Kemudian, bergerak untuk menumpahkan segala air mata. Semoga dadamu cukup lapang untuk menampung semua keresahan dan harapan yang tak kunjung menjadi nyata. Sejenak saja lupakan perang keharusan gender kita. Cukup menjadi dua insan yang membutuhkan dan dibutuhkan. Nanti, boleh saja untuk bertukar tempat. Sudah, lepaskan segala yang kau genggam. Sini, duduk sini. Dekat lagi, lebih rapat. Selagi gelap alam masih sanggup menemani. Dan, ketika ini semua terjadi, jangan biarkan saya menoleh meskipun hanya satu kali. Karena, saya akan merasa iri dengan mereka yang tidak mempedulikan kita. Itu hanya akan menambah panjang rangkaian kepedihan saya atau kepalsuan saya. Boleh?

Gender Issue

Baru saja saya membaca tulisan orang-orang melalui internet. Ternyata, tidak sedikit orang yang tertarik dengan masalah kesetaraan gender. Tapi, banyak juga orang yang pro dan kontra. Kalu dilihat dari pendapat mereka, semuanya harus dikembalikan kepada dasar, yaitu makna dari kesetaraan gender itu sendiri. Beberapa orang sangat memahami maknanya, beberapa lainnya hanya hasil cuap-cuap dan analisis seadanya. Saya membacanya dengan modal cita-cita untuk menjadi dosen dalam bidang gender suatu hari nanti—setidaknya melakukan sesuatu untuk banyak orang. Lalu, saya sambungkan dengan konsep agama dan kepercayaan yang belakangan sedang saya telusuri. Hmmm, berarti harus diawali dengan penjelasan tentang agama dan penjelasan terlebih dahulu. Ok, secara singkat saja, agama merupakan sebuah konsep yang dipercayai banyak orang—bahkan seringkali disamakan—dan pada akhirnya berbau politik. Sementara, kepercayaan adalah konsep yang ada pada pikiran kita dan diyakini tanpa harus melakukan hal-hal

untuk jawaban

Sudah kusebutkan sebelumnya? Tiap malamku selalu diisi dengan pertanyaan Bahkan, pertanyaan harus selalu disisakan Agar ada keinginan hidup di kemudian hari untuk menjawab Ribuan macam yang pernah ditanya Sebelum terjawab sudah muncul pertanyaan lain Sungkan berhenti, mungkin terlalu haus dengan jawaban Ya, dan malam pun masih seperti malam yang sudah kusebutkan Hanya saja, jawaban suka hadir lebih sering Jawab satu per satu pertanyaan yang ada Sisa pertanyaan lainnya disimpan untuk dijawab di waktu selanjutnya Jawaban hadir untuk pinta dan tanya yang terangkai Mohon rasa dan tanya keberadaannya Dan hanya kamu yang jabat jawaban untuk saya Suatu ketika semua terasa benar Bangunan yang sudah roboh dan mulai ditata kembali Memungut satu per satu puing yang tersisa Buat sebentuk yang berbentuk untuk berlindung dan bernaung Mengundang percaya dan rasa tanpa tahu akankah datang Dan pertanyaan yang satu ini pun Masih saja kamu yang beri senyum sebagai jawab Saya jawab kamu Apa kamu dengar ja

Tenang

Bukan selesai yang dapat menyelesaikan ini Hanya sedikit paham saja Kami hanya ingin ditenangkan Dipahami atas ketidakmengertianmu Bukan dituding penjelasan Kami hanya ingin tenang dan aman Kukira itu asalnya darimu 240107 18:23

Ssssssttt

Ssssttt… jangan berisik Tak ada orang di sini Semua sedang pergi membela yang lemah Entah karena mereka merasa lemah juga Atau ingin disebut kuat 5 maret 2007 9:32

sofa

Semua sudah selesai. Ketika aku berani menyebut namamu di depan mereka semua. Semua sudah selesai. Menurutmu tapi tidak menurut mereka. Itu hanyalah salah satu permulaan yang lain. Apa lagi yang harus kujanjikan?? Bahkan, masa depan pun sudah kulabuhkan padamu. Tak usahlah. Aku hanya ingin kita menikmati saat ini. Hidup tenang dan asyik berbicara tentang esok yang sebenarnya sama-sama tidak kita percayai. Itu yang membuat hidup kita lebih ringan. Masih saja mempermainkan waktu? Bukankah sudah kita janjikan semua akan selesai ketika ada kita? Aku tidak jatuh hati padamu, maaf. Aku hanya jatuh cinta pada ‘kita’! Kita yang kau katakan selalu memberi candu? Kita yang selalu menyediakan sofa lembut dan nyaman di teras depan. Dan aku dapat duduk dengan tenang, menikmati deretan bunga dan riangnya kicauan burung sambil ditemani pisang goreng serta seruput teh panas. Sampai pada akhirnya malam tetap datang tanpa permisi dan aku tetap duduk di sana. Maka tak perlu perjanjan lagi. Penjelasanmu c

sistem

Aku hidup di dunia—tempat yang merupakan satu kesatuan sistem yang begitu besar. Katanya, sistem terjadi akibat adanya kesamaan dalam tujuan. Apa tujuan dunia ini? Aku pun masih mengentah. Kemudian, setiap Negara, setiap bangsa, sampai setiap satu kelompok sosial mempunyai sistem yang kuat. Bahkan, setiap individu pun mempunyai sistem sendiri. Sistem berlangsung secara terus-menerus. Sistem mengikuti arus yang sudah terbentuk atau bahkan memberontak arus yang sudah ada dan membuat aliran-aliran kecil sebagai cabangnya. Sistem berjalan terus atau diam terus—begitu saja. Sebagian merasa muak dengan sistem yang menjalar dan sebagian merasa terjebak di dalamnya. Begitu banyak kesalahan sistem dan begitu banyak kebenaran dari tiapnya. Dan, pada saatnya nanti kita berhadapan dengan diri sendiri. Kekuatan yang begitu besar menuntut kenikmatan dalam bentuknya sendiri. Kekuatan yang begitu kecil mempertahankan rasa yang selama ini terlatih. Apakah kenikmatan juga bisa dilatih? Berpuluh kali sud

siguros

Rintihan Siguros terus menggema Bahkan ia mengikutiku walau sudah kumatikan bersama batangan-batangan itu Mungkin sendu sepagi adalah tanda Sayang, aku hiraukan begitu saja Ah, ia datang lagi Boleh kutinggal sebentar? Tak kan! Ia akan mengusikku dengan dengungan yang statis Diajak meninggalkan tempat ini dan bebas terbang di sana Aku telalu terhanyut Hanya rindu yang bergerisik tapi entah milik siapa 24010718:38

Gadis Kecil-nya Sapardi

Ternyata Pak Sapardi begitu paham dengan keinginan si anak kecil Berjalan menangis di pagi hari tanpa ditanya Ah, kalau aku pun Tak akan ada yang peduli, apalagi bertanya 240107 18:27

Sini, Duduk

Apa yang ada di dalam sini? Saat ini hanya ada kekosongan yang begitu hampa. Pencarian yang tak pernah ditemukan. Harapan yang jarang sekali sesuai dengan kenyataan. Aku hanya minta satu kata. Satu saja. Satu untuk dijadikan petunjuk arah. Dan jangan pernah sebut cinta. Pernah kukenal betul bentuknya. Indah memang, tapi ia tak pernah datang sendiri. Selalu saja ditemani teman-temannya yang datang untuk merusak keindahannya. Sebut saja mereka bedul. Apa kau coba bercerita tentang sakit? Bukankah aku telah berakrab lama dengannya? Selalu menjadi awal dan akhir dari setiap jawaban yang ada dan yang tersisa. Memang pintaku terlalu banyak. Tak cukup satu dan juga tak cukup lebih dari satu. Banyak peran perasaan yang selalu kau sebutkan itu sebagai dasar pintaku. Entahlah, aku pun sudah muak dengan yang satu itu. Selalu ingin dimengerti dan selalu merasa sudah mengerti. Selalu tahu apa yang dilakukan dan selalu merasa tahu apa yang diperlukan. Selalu banyak harapan dan selalu merasa sanggup

Mpo Ijah

Mpo Ijah sesenggukan di bawah selimut lusuhnya. Dia berusaha sediam mungkin dalam tangisnya yang begitu dalam. Takut ganggu penghuni rumah lain. Jangan-jangan, tetangga juga bisa dengar. Maklum, pembatas antara rumah Mpo Ijah dengan tetangga tipis sekali. Lampu kamarnya sudah gelap. Ia merasa lebih nyaman menangis dalam kegelapan. Ketika tidak bisa melihat, hati sanggup ngomong banyak, begitu ia pernah bicara ama salah satu pelanggannya. Mpo Ijah adalah seorang tukan jamu gendong keliling. Punggungnya benar-benar menjadi tulang punggung keluarganya, ada ibu dan adiknya. Seperti semua manusia, Mpo Ijah juga merasa punya masalah yang paling berat di dunia. Lha wong, bukan dia yang mangku bumi, sama saja seperti manusia lain. Masalah saya adalah masalah yang paling berat dan yang tak akan pernah orang lain mengerti, begitu kira-kira penggalan pikiran orang-orang. Namun, dalam segala kesusahannya, Mpo Ijah punya satu orang yang dapat dijadikan senderan. Senderan untuk bermanja-manjaan, sen

lanturan malam

Selamat malam. Malam ini bulan secara vulgar menunjukkan sinarnya. Awan pun enggan menutupnya dan membiarkannya bersinar begitu saja. Bintang-bintang tak sungkan tampil di atas sana. Langit begitu terang walau ini yang kita sebut dengan malam. Udara bergerak tanpa permisi. Bongkahan awan di atas sana dibawanya berjalan-jalan. Pelan-pelan namun gerakannya terlihat pasti. Bagaimana dengan gerakmu? Apakah gerakmu sudah pasti? Orang-orang seperti kita mungkin tidak membutuhkan kepastian. Maksudku kepastian tentang apa yang ada di depan sana. Kita hanya butuh penjelasan langkah kita. Bagaimana kita melangkah dan meninggalkan jejak yang indah, itulah yang harus kita tahu. Tapi, apa masih cari tahu tujuan kita? Itu hanyalah bualan lainnya, bukan? Segelintir bualan untuk memadu cumbu. Awan tak pernah lelah berjalan-jalan berbarengan dengan angin. Dua bentuk yang berbeda berjalan beriringan tanpa ragu. Bahkan, bintang menyambut dengan kerlap-kerlipnya. Apa kalau kita terlalu sama maka kita tida

Hujan Terus Turun

Hujan terus turun, tentu saja membasahi jalan-jalan dan hati yang kering. Pohon pun terhuyung oleh angin yang mengantarkan gerimis disertai mendung yang menenangkan kerusuhan di dalam. Apa yang coba dikatakan alam? Selalu saja terdengar bisiknya yang menahan agar menetap bersama kerayaan alam. Jatuhnya gerimis di ujung jalan sana tampak begitu samar, namun tetesan pada jalan di belakang jelas terlihat, bahkan mendekat. Semua. Yah, semua air yang pernah menetes sebelumnya jatuh kembali. Terasa jelas tiap dingin yang diajaknya. Menari dengan kata-kata yang menjelma dalam pelukan tak nyata. Ajari lagi tarian yang dulu pernah kalian tunjukkan. Derap langkahnya terlupa karena terlalu lama ditelan panas yang sudah terbiasa. Tangan ini boleh kau tuntun agar tak terjatuh seperti kemarin-kemarin. Lagi-lagi, hujan membantu menyamarkan air mata. Memanggil kembali semua yang selama ini tak disadari duduk diam menempati hati. Tinggal saja segala yang ada di sini. Biar hujan selalu membawanya kembal

sapardi

Hujan bulan Juni Sajak itu kubaca berkali-kali sore ini walaupun masih bulan di awal tahun. Begitu penuh pujian bagi alam yang menahan segala perih Kekuatan untuk mereka yang selalu menghapus air matanya sebelum jatuh Menemani keadaan yang sudah dilewati oleh Sapardi Bisa saja ia menulisnya sekadar melepas rasa Atau sebagai pijakan untuk saat lainnya Setidaknya aku ditemani aku yang lainnya Dan kata-kata Sapardi yang mengelus pundakku Aku menghela napas 240107 18:35

gak jelas

Entah berapa lama lagi aku masih harus menghembuskan napas Masih terlalu lamakah atau hanya sepersekian waktu lagi Apa harus kuhitung tiap saatnya? Katanya aku hanya cukup merasakan tiap hembusannya Aku terusik dengan suara riuh angin petang ini. Suaranya sangat halus memang, tapi terlalu halus hingga sulit kudengarkan awal dan akhirnya. Angin memang hanya ingin hadir di antaranya, antara awal dan akhir. Suaranya terdengar sebentar dan kemudian pergi entah kapan, bagaimana, dan ke mana. Aku masih duduk di antara pepohonan yang lebih rendah dariku dan masih saja mencoba mendengar awal dan akhirnya. Kehadirannya memang terasa, tapi suaranya hadir terlalu pelan. Ia datang menghampiriku. Ini sudah petang kesekian kali ia datang. Biasanya, ia hanya duduk, membakar rokok, dan bicara hanya seperlunya saja. 07032007

cari dan cari

Aku cari tawamu seharian ini, bahkan sejak semalam. Tapi kau lupa letak taruhnya Aku cari penenangmu dalam kalutku Tapi lupa kau bangunkan ketika kau ajak bermalam Kemana harus kucari letaknya? Malam ini angin begitu ribut seperti hati Jangan-jangan, ia terbang tanpa kita tahu Apa aku harus datang pagi-pagi untuk membangunkannya? Setiap pagi kau masih terlelap dalam nyenyak seperti rindu Dan ia pun tak bisa bergerak di bawah selimut Penantian ini akan tetap menjadi penantian Tidak dan belum terlihat terlalu sama Diam dan berlari tak punya kecepatan Kita hanya ada dalam satu lingkaran yang mengentah Senin, 5 Maret 2007

biru

Langit memaparkan warna kesukaannya. Segala macam warna biru ada di sana dan diganggu sedikit-sedikit oleh kumpulan putihnya. Dari biru yang paling tua sampai rentetan warna yang paling muda berjejer rapi di atas sana. Mereka tahu ada yang butuh dihibur dan ditemani sore ini. Sayang saja, keadaan jalanan tidak tahu atau tidak peduli. Banyak mobil berusaha mencari celah atau hanya jalan sepelannya tanpa peduli barisan mobil di belakangnya. Ada satu mobil hitam yang mencuri perhatian. Bergerak cepar, gesit, mencari celah sekecil apapun untuk kesempatan melaju. Ternyata, dia hanya seorang diri di dalam sana. Wajah cemas dan tertutup sedikit oleh topi hitam. Dia berkilah dari satu lajur ke lajur lainnya. Perjalanan panjang harus dilewati dengan segera, begitu kesan yang terlihat dari cara menyetirnya. Waktu sudah begitu sempit, hadir hanya seadanya saja. Tapi, niat ini lebih lebar dari waktu. Keinginannya meyakinkan apa yang tidak mungkin. Bertengkar dengan waktu hal yang biasa. Ini bukan
Bapak cuaca? Siapa yang akan datang berkunjung kali ini? Bisa sedikit kau bisikkankah? Begitu banyak yang bertanya hal yang sama dan lebih banyak lagi yang berharap mendapatkan jawaban yang sesuai dengan inginnya. Aku hanyalah sekadar penyampai pesan saja, tetapi semua lebih banyak menuntut sebagai pengambil keputusan. Iya, iya. Aku tahu. Itu sudah terjadi sejak rangkaian sejarah dan belum berhenti. Tapi, aku hanya ingin tahu saja, siapa yang datang kali ini? Apa jawaban yang ingin kau dengar? Ah, Pak Cuaca. Sudahlah, tak usah dengarkan apa yang aku inginkan. Sudah sekian putar bumi, aku sendiri belum bisa mendengarnya. Atau mungkin begitu banyak ingin yang bicara. Aku sudah lelah menunggu ingin untuk hal-hal yang kecil seperti cuaca. Hal kecil, katamu? Kalau cuaca hanyalah soal kecil, tak usahlah kau pedulikan, anak muda. Cuaca tak akan berpengaruh pada kehidupanmu. Justru cuaca sangat menentukan. Ayo, cepat, Pak Cuaca. Sudahlah, jangan bermain-main denganku. Sudah terlalu banyak wakt

Bangku Taman

Sore ini aku kembali duduk di bangku taman sana Banyak burung yang terbang-hinggap-terbang Mereka ikut meramaikan seperti sore-sore kemarin Dan lewatlah seorang lelaki berjaket hijau lusuh Kukenal benar cara jalannya dari jauh Dia hanya mengingatkan pada sesosok yang jauh Kutinggalkan di negeri seberang sana Mata aku dan dia bertemu dan saling tatap Kukenal benar sinar itu dan mata itu bicara banyak Perlahan ia menghampiri bangku yang kududuki Menerbangkan burung-burung yang sedari tadi di sana Ia berdiri tepat di depanku Masih belum tegak, masih dengan wajah datarnya “Hai”, sapanya pelan meyakinkanku ia di depan sana “Hai”, aku menjawab dan tersenyum lirih “Sampai juga di sini?” aku melanjutkan pembicaraan “Yap, sesuai dengan impian aku” Aku masih duduk dan dia masih berdiri ketika menjawab Karena kita memang tak bisa beriringan Aku harus duduk dengan prinsipku Dan kamu harus berjalan terus melabuhkan impian 26102006

Apa lagi yang disisakan hari ini?

Apa lagi yang disisakan hari ini? Semuanya telah tercicip, bukan? Sedari pagi tak ada cerah, Hiruk pikuk kota terasa semakin maya Senja hari ini hadirkah? Biasanya, ia menyapa perlahan Hari ini ia hanya melengos begitu saja 240107

Aku Bukan Awan

Aku bukan awan Bergerak tanpa henti ketika angin meniupnya Masih saja aku bukan awan Berada di atas sana dan menampung segala macam air Dan awan pun masih seringkali menari beri segala corak dan beri hibur tanpa sadar Maka ia terus meneteskan airnya Ketika beban yang dipikulnya sudah begitu berat Hanya untuk kembali menari Sisakan ruang untuk langit memerah di pagi hari Luangkan tempat untuk lembayung ketika senja Tinggalkan nyaman untuk si penyendiri 5 maret 2007

ohya

waktu bukan jaminan mutu tidak bisa dijadikan tolak ukur yang pasti untuk penentuan

sial

ketika menjalani sesuatu dalam jangka waktu panjang kemudian muncul pertanyaan yang akan kembali menancap dasar apa itu berisi perasaan, sekadar kebiasaan, atau sudah menjadi sesuatu yang memang sudah seharusnya? saudara dekat pun menjawab, "perasaan diikuti kebiasan dan kebiasaan diikuti perasaan" dan semuanya akan terjawab ketika berakhir

last child

Entah hanya terjadi pada saya atau ini juga menjadi pengalaman anak terakhir lainnya. Bisa saja karena saya mempunyai 3 kakak. Bisa saja karena usia saya terpaut jauh dengan kakak-kakak saya, bahkan kakak di atas saya persis. Bisa saja karena pengalaman waktu kecil ketika kakak-kakak saya menjadi orang yang pasti lebih benar, lebih pintar, dan lebih hebat. Jadi, ketika saya berumur 12 tahun, segala pendapat saya kurang matang, banyak hal yang tidak dipikirkan oleh saya. Ketika saya berumur 12 tahun, segala pendapat yang keluar dari saya selalu dianggap pendapat "anak kecil"--dirasa tidak memikirkan dampak positif dan negatifnya. Ketika saya berumur 12 tahun, segala permintaan dari saya dianggap hanya berupan keinginan, bukan kebutuhan. Saya terima semua itu karena saya sadar, saya belum tahu apa-apa tentang dunia. Ketika itu, yang saya hanya tahu bahwa dunia adalah tempat kita berbagi tawa, mempunyai keluarga yang akan selalu memberikan kehangatan, menikah adalah impian set

just like us

Seberapa beda gua ketemu orang-orang? Hmm. Kali ini, gua ketemu ama orang-orang yang justru nggak beda, tapi kadang dibedain ama masyarakat. Abis kesasar di Jakarta Timur di daerah Cilangkap, Setu sana, akhirnya gua nemuin tempat Gerkatin Pusat. Apa, sih, Gerkatin? Pertama kali ngeliat lambangnya, gua kira itu lambang partai, hehe. Taunya itu lambang organisasi Gerakan Kesejahteraan untuk Tunarungu Indonesia. Hari itu juga gua langsung ketemu ama orangorang tunarungu. Mereka ngajarin bahasa isyarat buat gua ama dua orang lainnya. Ternyata, mereka masih punya sabar ama semangat yang banyak banget. Sama sekali nggak beda, punya kehidupan yang sama ama manusia normal lainnya. Bahkan, mereka punya keinginan kuat berbuat sesuatu untuk Indonesia. Hehe. Emang, sih, nggak bakal ngerasa apa-apa kalo cuma baca--dalam soal apapun, ya. Tai, kalo udah punya pengalamana langsung, baru punya hubungan batin yang cuman bisa dirasain. Kayak kejadian hari itu. Gua punya rasa yang beda dengan orang-orang

im an alien

Dinner with my family And my sister in law’s family How can I be an alien there? Of course I can Then, I made my world there Didn’t listen to their stories—same old stories Just me, myself, and my dream Do they care? Why should they? It’s my world

research is a guilt?

“Kalau kamu tertarik, saya mau mengajukan kamu menjadi salah satu dari 4 kandidat yang akan diberangkatkan ke Hong Kong, walaupun nantinya akan diseleksi kembali menjadi 2 orang saja. Sebelum berangkat, kamu akan dipertemukan dengan 5 orang tuna rungu di Indonesia untuk belajar bahasa isyarat sebagai bekal. Di Hong Kong, kamu akan diberi pendidikan S2 dan biayanya sudah ditanggung. Kemudian, kamu juga akan bekerja dan akan diberikan biaya pula. Sepulangnya, kamu bersama 5 orang tuna rungu tersebut harus membuat penelitian di pusat penelitian UI untuk membuat kamus bahasa isyarat bahasa Indonesia. Kalau memang maish tertarik, saya akan memberikan e-mail kamu kepada Profesor di Hong Kong supaya bisa menghubungi kamu langsung.” Pak Umar selesai menjelaskan via telepon siang itu. Ini berita besar buat gua dan gua cuman bisa duduk terdiam di pantry kantor. Akhirnya, ada konfirmasi ulang dari Hong Kong. Gua simpen cerita ini buat orang-orang spesial. Tapi, pas gua sampein. Mereka, kok,

Empat Serangkai

Nama saya Si Empat karena Ibu saya punya 4 anak dan saya anak terakhir. Si Pertama dan Si Kedua sudah menikah. Dan sejak itu, mereka tidak tinggal bersama orangtua saya. Jadi, tertinggalah saya dan Si Tiga. Tapi, sekitar 2002—2004, anak Ibu saya seperti nambah 2. Yang kelima namanya Si Lima. Awalnya, dia teman Si Tiga. Si Lima seringkali menginap di rumah saya, hampir setiap hari, bahkan. Mulai dari hanya menonton DVD, maen CS, gun-bound , ngotak-ngatik motor, ampe akhirnya punya hobi yang sama ama Si Tiga, fotografi. Anak keenam, Si Enam, teman saya pada mulanya. Wah, saya dan dia sudah berteman sejak beberapa tahun sebelumnya. Tapi, saat itu adalah tahun-tahun intensif dia ada di rumah saya, walaupun tanpa ada hubungan rasa. Oh iya, perlu atau tidak, sekadar informasi, hanya saya yang perempuan. Mereka Si--Tiga, Si Lima, dan Si Enam--berjenis kelamin laki-laki. Dulu, hampir setiap hari kami meluangan waktu bersama, entah hanya untuk makan bersama, menonton DVD, atau ‘cela-celaan’. Ha

Jakarta = Rubbish

Hari Sabtu seharusnya jadi hari paling pas untuk bangun siang dan berleha-leha—apalagi malemnya abis deadline atau abis merayakan deadline dengan ‘minuman menyegarkan’ ( yeah, tell me about it, guys ). Tapi, buat gua, hari Sabtu bukan saatnya bangun siang. Kayak biasa, gue tetep bangun pagi dan pergi ke apartemen bergengsi di Pakubuwono ( ouch, I named it ) buat mencari secuil penghasilan lain, sekaligus nyelurin hobi ngajar. Hehe. Hari itu, Alastair—anak Kinyi—nggak bisa ikutan belajar soalnya ada masalah dengan lehernya setelah maen ‘Superman-Superman-an’ ama adiknya—Cian. (Wow, ternyata, terlalu imajinatif juga nggak bagus—seenggaknya nggak bagus buat orangtuanya, hehe). Alhasil, gua lebih banyak ngobrol ama Kinyi. Dan, dia ngajakin ngobrol tentang kemacetan di Jakarta ( hmm, favourite topic for foreigners who live in this capital city, really after 2 years experience I can tell you about it ). Jadilah ada pertanyaan dari dia, “ What will Jakarta be in next 10 years ?” ( Yes, Sir,

gender di mata orang awam seperti saya

Indonesia dikenal sebagai negara yang kaya akan kebudayaan. Berbagai macam kebudayaan daerah membentuk kebudayaan nasional. Dalam kehidupan sehari-hari, unsur-unsur budaya tradisional masih terlihat. Salah satunya adalah unsur-unsur yang berhubungan dengan gender. Gender hadir akibat adanya struktur sosial. Struktur sosial di Indonesia yang kuat mengakibatkan beberapa kalangan beranggapan bahwa tidak adanya masalah gender di Indonesia. Akan tetapi, sesuai dengan perkembangan teknologi dan meluasnya informasi, masyarakat Indonesia pun berkembang. Berbagai macam informasi diterima dan disesuaikan dengan budaya setempat, termasuk dalam hal gender. Hal ini menyadarkan masyarakat Indonesia akan adanya stereotipe gender yang mendiskriminasikan salah satu gender, dalam hal ini perempuan. Kebudayaan tradisional Indonesia mendukung adanya stereotipe perempuan dan laki-laki. Rendahnya tingkat pendidikan perempuan—walaupun sebenarnya hal ini juga akibat dari pengaruh stereotipe perempuan dalam ma

Memang

Memang, udah lama saya meninggalkan kebiasan tulis-menulis yang untuk dikonsumsi publik, tapi akhirnya tulis-menulis untuk pribadi pun ikut-ikutan ditinggalkan. Ada beberapa alasan. Pertama , saya merasa tulisan yang dikonsumsi publik hanya sebagai ajang bagi orang-orang untuk pamer perasaan, pikiran, dan kegiatan. “Pameran” itu hanya untuk mengeluarkan wacana tentang dirinya dan dinilai oleh pembaca. Sadar tidak sadar, penulis ini sudah mengonsepkan pikirannya untuk mencapai penilaian tertentu. Penulis mengharapkan pembaca terbawa pada pikirannya. Misalnya, menganggap penulis pintar, imajinatif, banyak kawan, bahkan aneh atau introvert. Semua itu memang hanya pemikiran yang tidak ada bukti ilmiahnya. Bahkan, tidak sedikit yang tidak setuju. “Pengungkapan” kata mereka, bukan “penjualan”. Pada awalnya saya hanya menganggap itu sekadar benteng pertahanan saja. Namun, pada akhirnya, sesuai dengan apa yang diajarkan Siddhartha dnegan karma, saya merasa membutuhkan wadah untuk mengeluarka