Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2013

Sebelas Malam

Rindu pukul sebelas malam kurang enam menit. Tidak ada wujud sesiapa lagi di ruangan ini. Rindu pukul sebelas malam kurang lima menit. Hanya satu kata yang kudapat, pun itu terkesan begitu sinis.  Rindu pukul sebelas malam kurang empat menit. Jelma usang dalam akhir yang membayang. Bagaimana kalau kita bungkam mereka untuk malam ini saja setidaknya? Rindu pukul sebelas malam kurang tiga menit. Kurangkai keberanian tanpa takik apa pun. Kerap terlepas lagi dari kumpulannya.  Rindu pukul sebelas malam kurang dia menit. Katanya, berani sering muncul jika tak sendirian. Namun, bukankah rindu seringnya sendirian? Rindu pukul sebelas malam kurang satu menit. Aku lelah dalam ketakberdayaan. Kau sering bilang, berdayalah, itu begitu mudah. Rindu pukul sebelas malam. Rindu memang akan begini-begini saja sepertinya.

Berani Mati

"Kamu akan mati penasaran," ia menjatuhkan belakangnya ke punggung kursi Aku melakukannya juga  Diikuti pandanganku ke matanya "Mungkin juga mati karena menyesal," aku mengungkapkan ketakutanku Dia tidak tersenyum mendengarnya Malah melempar lihat  ke atas Tidak ada apa-apa di sana "Toh, belum ada orang mati karena rindu," jemari kedua tangannya saling menangkap di depan dadanya yang bidang Sikunya diistirahatkan di tangan kursi Aku mengangkat kakiku ke paha kursi "Kita ini terlalu mengada-ada. Bicara tentang sesuatu yang tidak ada," mataku masih melekat kepadanya Mencari sesuatu yang belum tentu ada Ia menangkap tatapanku Turut melekat "Menjadi ada karena kita kerap membicarakannya." "Pun memang ada, apakah kita percaya?" tubuhku kucondongkan ke depan Kakiku turun dari paha kursi Takut salah tingkah, kutarik cangkir depan mata Memegang cangkirnya sembari menunggu Aku jug

Rindu #3

Bertemu lagi kita setelah sekian lama. Lama sekali. Lagi-lagi, kita tak sanggup hanya berdua. Degap jantung tak karuan ritmenya. Harapan melanglang buana. Waktu diatur seleluasa demi memungkinkan segala. Resah tak padam-padam. Merelakan diri diatur oleh alam. Mengiba pada kebetulan.  Kita tak sanggup hanya berdua. Butuh sosok satu lagi untuk menihilkan kita. Bahkan, mungkin juga menguatkan.  Goyangan kaki sulit dikendalikan lantaran menanti seorang lain. Pandangan pada jarum jam berulang kali dilakukan dan kerap membatin, "Masih ada waktu." Indera pendengaran menjadi lebih peka terhadap bunyi-bunyian yang mungkin dari sosok yang mempertemukan kita bertiga. Hingga saat itu datang. Pesan itu sampai. Alam menjawab. Kebetulan berpihak pada kegelisahan kita seharian.  Degup jantung semakin menjadi-jadi. Badan memang di ranjang, tapi pikiran sudah lengkap dengan rencana pertemuan. Baju yang akan dikenakan sudah menjadi imaji mental. Kisah yang akan diceritakan s

Abai

Lelah dengan kejar-kejaranmu. Tanpa bermaksud abai, saya memang mengabaikanmu. Terselundup kecewa akan ketidakberanianmu terhadap kepedulian. Sudah layak dan sepantasnya ini diperjuangkan mati-matian. Yang lalu memang urusan hidup dan mati, tapi ini sekarang bahkan tak kunjung dianggap berarti. Ini tanpa nyawa. Susah segelintir nantinya akan melebur jadi kenangan atas perjalanan hidup. Dia benar, saya tak mau berperan dalam ketidakpedulian ini. Saya akan mengabaikanmu. Semoga abai ini membantumu untuk menjadi berani di antaa pilihan tersulit sekalipun. Toh, seperti biasanya, saya tak pernah beranjak. Selalu ada jika dicari oleh siapa pun.

Hari Raya

Hari raya dianggap sebagai kemenangan bagi sebagian orang yang percaya. Bagi saya, hari raya adalah saat untuk berbagai kemungkinan terbuka. Bagaimana tidak? Hari raya adalah kewajaran terwajar untuk menarik benang-benang yang sudah lama terbengkalai. Tarikan tersebut kadang memang untuk dibengkalaikan kembali. Setidaknya, jika ada peruntungan, kenangan manis terbuka kembali. Kadang bukan untuk dilanjutkan, hanya untuk disenyumkan.  Saya tidak berkekurangan senyum, sama sekali tidak. Hari raya kemarin perjumpaan dengan keluarga meninggalkan manis dan menyelundupkan pahit. Kami sibuk mengenang masa lalu, bapak-ibu sibuk bercanda untuk mengawetkan hubungan. Satu teman dekat yang jauh manis bukan kepalang, sering berhasil menghasilkan senyum diam-diam yang mungkin tak dia rasakan. Teman-teman dekat sekitar ribut berbagi kabar baik untuk disambut dengan tawa. Begitu juga teman-teman tak dekat yang lalu-lalang. Kami saling berhinggapan di jendela untuk melambaikan tangan sembari