Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2012

Ketergesaan Awan

Awan malam ini begitu tergesa-gesa Bergerak rendah siap menerkam sesiapa yang merindukannya Mungkin juga ia hanya mencari perhatian pelupanya Siapa yang sanggup mengabaikannya? Justru kebanyakan menjadikannya sebagai tujuan Enggan saja mungkin selalu mendengar kisah keseringan Toh, ada kalanya ia pun hanya ingin disimak Kasih saya waktu barang sebentar Sama-sama siap ditimpa semilir angin Tanpa persediaan nasihat ataupun penilaian berlebihan Saya temani dalam ketergesaan Toh, malam ini waktu gak perlu ditenggat

seruput yang panas-panas

Gambar
Ketika sedang nelangsa, saya suka hanya ingin duduk sendiri menyeruput yang panas-panas. Tak ada keinginan untuk berada di tengah keramaian, apalagi merasa asing. Kalau sedang sedih begitu, saya justru suka merasa asing dengan diri saya. Jadi, tak perlu lagi ditambah keasingan dari pihak luar. Kalau diingat-ingat, banyak perilaku yang dilakukan tanpa persetujuan pikiran saya. Ucapan juga begitu, sama saja. Hanya dirasa ingin melakukannya saja, tanpa ada pemberian nilai benar atau salah. Maka itu, saya suka menolak untuk mengingatnya. Sebenarnya, diam-diam, saya menanti teman juga. Ikut duduk bersama tanpa menasihati atau berperan lebih tahu tentang hidup. Hidup itu milik masing-masing. Paham akan hidup bukan berarti dapat menjalaninya dengan baik-baik saja. Tahu banyak hal juga bukan jaminan untuk paham akan hidup. Hidup tak perlu dipahami, justru sayalah yang butuh dipahami. Tak perlu penjelasan panjang-lebar untuk mengerti. Paham pun tak perlu sepakat. Bukankah leb

Berontak atau Setuju

Ketika kehidupan hanya soal bertahan, saya memuja Lesya. Hidupnya hampir tak pernah lepas dari kemuraman, tapi ia berhasil untuk melihat titik-titik kecil kebenaran yang dapat dinikmati. Meskipun demikian, ia tidak pernah merasa rodanya melulu berputar di bawah. Tidak selalu percaya bahwa yang terjadi memang sudah seharusnya terjadi. Ia memperjuangkan bahwa hidup bukan hanya soal berontak atau setuju, tetapi justru proses pemahaman di antaranya. Tak semudah siang-malam, memang. Paham itu butuh kesadaran. Layaknya tidur yang bukan sekadar memejamkan mata, tetapi juga kehilangan kesadaran sekaligus menemukan dunia kesadaran baru dalam mimpi. Saya belajar tenang dari Lesya—setidaknya saya mencoba untuk belajar tenang. Tanpa dipandang orang, Lesya telah meninggalkan kenangan pada orang-orang tertentu yang menyelami tiap ungkapan hatinya.

Saya. Sedih.

Hari ini, saya masih sedih. Sedih sekali. Saya sedang mencoba menelaah rasa sedih ini. Sedih bukan main. Saya hanya bisa pikir jalan singkat untuk menyudahi rasa sedih ini. Saya terlalu takut untuk merasakan sedih yang lebih sedih. Tapi, jalan singkat itu pun tidak akan menyudahi sedih saya. Saya mencari pengalihan dan kembali lagi dalam sedih. Saya sedih bukan kepalang tanpa bisa menjawab banyak pertanyaan yang semakin membuat sedih. Saya. Sedih.

buku dan ilustrasi

"Kenapa nggak?" tanya Dodo. "Nanti, uang cetaknya pakai apa?" Lesya balas tanya. "Nanti kita cari, seadanya saja." "Aku bukan penulis, Do. Aku tidak yakin akan ada orang yang mau beli. Ada, sih, mungkin orangtuaku. Teman-teman pasti minta gratisan juga." "Ini bukan soal laku atau tidak, Lesya. Ini soal lempar hasil kreativitas kepada semesta. Dibaca atau tidak, itu belakangan. Kalau tidak pernah diberi kesempatan untuk baca, bagaimana mereka bisa tahu?" "Tapi, Do," potong Lesya. Dodo memajukan posisi duduknya. Menatap Lesya tajam-tajam. Lesya tahu betul, itu saatnya ia diam. "Bolehkah tidak ada tapi-tapi lagi? Dari awal, aku pikir kita sudah sepakat. Kamu menulis, aku buat ilustrasinya. Kita buat saja, kepuasan bagi kita berdua. Kalau kamu takut tidak laku, sekalian kita sebar dengan gratis. Buat aku, ini soal kita menunjukkan hasrat kita. Bukti nyata," jawab Dodo mencoba sabar. "Semuanya masih but

Bunga

Gambar
Perjalanan itu sudah hampir selesai. Sisa tempuh dihadapi dalam diam, tanpa ada keinginan untuk berusaha berbicara maupun bersentuhan. Tidak ada kaku di sana, justru nyaman yang membuai. Ini adalah lampu merah terakhir sebelum malam yang belum terlalu malam ini habis bagi mereka berdua. Seketika mobil berhenti, pedagang layaknya semut yang menemui gula. Menghampiri jatah masing-masing. Seorang penjual bunga menawarkan dagangannya dengan senyum merekah. Penjual yang satu ini memang selalu berbeda dengan penjual lain. Ia selalu siap berbagi kebahagiaan dengan senyumnya; bukan dengan tatapan melas yang enggan pergi dari kaca jendela. Ia senyum demi meyakinkan pembelinya bahwa hanya barang dagangannyalah yang siap membagi kebahagiaan. Lelaki bertato yang menduduki kursi kemudi serasa menangkap kebahagiaan penjual. Ia membuka jendelanya dan memanggil penjual itu. Lesya menatap, masih dalam diam. Dibelilah sekuntum mawar, hasil kebahagiaan yang dibagi oleh si penjual. Setela

Lelaki Bertato

Gambar
Tatonya menjulur di sepanjang lengannya. Kaus lengan pendek yang dipakai tidak dapat menutupinya. Tingginya seperti orang kebanyakan. Wajahnya bersih, meskipun gelap, membuatnya terlihat keras. Laki-laki itu tampak tidak peduli, terus saja bicara dan seolah membiarkan tatonya terlihat. Mungkin saja, jeans usang yang dikenakannya justru membuatnya seolah tampil apa adanya, sekalipun tanpa peduli juga. Dengan peringai yang dikira dingin, ia justru terus membuat lelucon tanpa usaha, membuat teman-temannya tertawa seolah menikmati hidup. Lesya memerhatikannya sekali-sekali. Diam-diam. Ia pendam kagumnya tanpa bicara. Tanpa bisa ditahan, Lesya pun turut tertawa atas lelucon laki-laki bertato itu. Ceritanya kaya, penuh dengan kisah sederhana dan kadang malah mengundang keprihatinan. Namun, laki-laki itu sanggup mengubah cerita duka menjadi canda. Ia mudah menertawakan kekhawatirannya akan hidup. Lesya tertegun sampai senyum-senyum sendiri karena pikiran itu. Ia pun menunduk.

kesenjaan

berpendarlah dalam lembayung menggantung terang yang segera tergantikan kerlip lampu mulai memeriahkan malam meninggalkan orang-orang yang berangkat terlalu dini menemani orang-orng yang masih betah dalam pekat menjanjikan kehadirannya pada hitungan waktu berikut

katamu-kataku

katamu, beda itu kaya dan, tidak semua orang ingin kaya katamu lagi, sendiri itu miskin dan, banyak orang jatuh miskin karena cinta kataku, jujur bukan perkara kaya atau miskin ia kenal betul area abu-abu

bou

positif itu saja pesan yang kuterima memanggil kembali mimpi semalam senyummu tercermin dalam bibirku menanti sembilan bulan milikmu bukan bukti, bukan janji hanya pengharapan yang dipenuhi dalam cinta kalian ah, tidak sabar

penikmat

denting dawai bergemuruh mengalahkan kegetiran petir menerbangkan kupu-kupu dalam perut yang telah tertidur pulas melodi itu tak berpuan mengikhlaskan dirinya ternikmati terhiburlah, wahai penikmat

keberanian

di antara harapan dan kekecewaan, ada keberanian yang menyawakan kita menggeleparmenunggu dipapah di celah semesta siapakah yang berani memungut asa dalam duka?

tak berhabis

Gambar
detak jantung ini masih bernyawa bersemayam dalam pelukan melenakan buaian kasih itu hanya lelap terbangun dengan luka yang diobati bersama rasakan perih dengan senyum tak ada milik kita lagi sesiapnya menyambut masa depan dengan senyummu lelahmu dan dekapmu yang tak berhabis *gambar diambil dari http://weheartit.com/entry/19081970