tujuh april dua ribu sepuluh
kurang dari bulan semua harus rampung. HARUS. segala alasan sudah dipatahkan untuk menundanya. tapi, lebih banyak lagi yang menunggu. lebih banyak lagi pengorbanan pada nantinya.
kemudian, saya memilih di sini. berusaha menjawab semua pesan dan harapan. bukan untuk mereka saja, tapi juga untuk saya sendiri.
ini sudah jam kesekian. saya sama sekali tidak beranjak dari depan laptop. tak ada satu pun kata yang seharusnya bertambah untuk diketik. ini pun sudah menit kesekian saya tidak bisa berhenti terisak-isak. walaupun saya tahu ini tidak akan membantu saya untuk menyelsaikannya, justru menghambat.
saya buntu. sebuntu-buntunya. saya tidak punya gambaran besar tentang apa yang akan saya tulis. saya tidak bisa berpikir. saya mati. otak dan hati saya tertegun sekian lama.
saya seduh kopi panas untuk menenangkan diri saya sendiri. saya mohon dengan sopan supaya orang-orang segera membiarkan saya sendiri. siapa tahu saya jadi tahu saya harus menulis apa.
tapi, saya mati.
saya hanya menanti kekecewaan orang-orang dan keruntuhan diri saya sendiri.
tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. tidak pernah bisa menikmati makanan apa pun, sekalap apa pun dulu saha melahapnya, semahal apa pun. tidak bisa juga menyanyikan lagu-lagu penenang.
saya kehabisan obat bius.
saya mau tidur saja terus sampai dua bulan lagi. dan, bangun tanpa harus merasa bersalah.
lagi-lagi, saya memilih untuk kalah. di kiri saya, ibu selalu berbisik jangan pernah menyerah. maaf, am.
kurang dari bulan semua harus rampung. HARUS. segala alasan sudah dipatahkan untuk menundanya. tapi, lebih banyak lagi yang menunggu. lebih banyak lagi pengorbanan pada nantinya.
kemudian, saya memilih di sini. berusaha menjawab semua pesan dan harapan. bukan untuk mereka saja, tapi juga untuk saya sendiri.
ini sudah jam kesekian. saya sama sekali tidak beranjak dari depan laptop. tak ada satu pun kata yang seharusnya bertambah untuk diketik. ini pun sudah menit kesekian saya tidak bisa berhenti terisak-isak. walaupun saya tahu ini tidak akan membantu saya untuk menyelsaikannya, justru menghambat.
saya buntu. sebuntu-buntunya. saya tidak punya gambaran besar tentang apa yang akan saya tulis. saya tidak bisa berpikir. saya mati. otak dan hati saya tertegun sekian lama.
saya seduh kopi panas untuk menenangkan diri saya sendiri. saya mohon dengan sopan supaya orang-orang segera membiarkan saya sendiri. siapa tahu saya jadi tahu saya harus menulis apa.
tapi, saya mati.
saya hanya menanti kekecewaan orang-orang dan keruntuhan diri saya sendiri.
tidak pernah bisa tidur dengan nyenyak. tidak pernah bisa menikmati makanan apa pun, sekalap apa pun dulu saha melahapnya, semahal apa pun. tidak bisa juga menyanyikan lagu-lagu penenang.
saya kehabisan obat bius.
saya mau tidur saja terus sampai dua bulan lagi. dan, bangun tanpa harus merasa bersalah.
lagi-lagi, saya memilih untuk kalah. di kiri saya, ibu selalu berbisik jangan pernah menyerah. maaf, am.
jangan pernah menyerah -i-, bahkan gw rela dipotong2 jatah ketemuannya deh asal smua rampung.. hehe
BalasHapusamin, amin, amin... tapi tetep dapet jatah kan? kalau diajak berdiam diri lagi, masih sanggup nggak?
BalasHapusanytime!!! need coffee and you, as always..
BalasHapus