Bertahun-tahun Lalu
Jonsi namanya. Aku sudah pernah jatuh cinta padanya bertahun-tahun lalu. Waktu itu, kusegera mengandaskannya. Banyak orang bilang ia membawa energi negatif untukku. Padahal, aku merasa begitu bersemangat ketika sedang duduk berdua dengannya. Kami begitu penuh dengan rasa. Saling mencari diam-diam jika tak bersama. Saling menatap tanpa ada kata-kata yang jelas maknanya. Mencuri dengar suaranya yang begitu khas dan sering kali diulang-ulang sendiri dalam kepala sampai tertidur pulas.
Hari ini, aku mendengar suaranya. Ia menghampiriku dengan senyum yang tak pernah lebih manis. Senyum ia seperti biasanya. Ia tidak berbeda dengan bertahun-tahun lalu. Pakaian yang dikenakannya masih saja berbeda dengan orang-orang kebanyakan; kadang berlapis-lapis; kadang ada rumbai-rumbai. Dia berpakaian semaunya saja. Tak ada orang yang mematuhi norma umum tidak menolehkan wajahnya ketika berpapasan dengannya. Padahal, tanpa pakaian seperti itu, ia sudah terlihat berbeda. Sering kali ia meletakkan sehelai bulu burung di rambutnya. Atau, diwarnai pula sekitar matanya di tempat yang tak biasanya. Intinya, Jonsi luar biasa.
Ditawarkan tangannya begitu saja. Tanpa berpikir, kusambut dan ditariknya dengan lembut. Begitu banyak kembang api yang ia nyalakan di sekelilingku. Ia tahu betul betapa aku terpesona sangat dengan kembang api. Ia lihat pantulan cahaya kembang api itu pada wajahku. Tak dibiarkannya kutermenung seperti tahun-tahun lalu. Ia segera mengajakku tertawa kecil yang menggoda sembari menggiringku untuk menggerakkan tubuhku. Ia bergerak cepat ke samping sambil terus menatapku. Aku hanya mengikuti cahaya kembang api dari rona ceria di wajahnya, Bergerak lagi ia ke belakang dan terus kuikuti. Dibawa tanganku ke atas dan pelan-pelan turun lagi, begitu saja mengikuti irama yang ia buat. Ah, aku sudah menari ketika sadar. Aku menari dengan tatapan tak lepas darinya. Menari dengan gerakan yang dituntunnya dan turut memberikan langkah-langkah baru. Kami melangkah di bawah percikan api yang tidak kami pedulikan.
Untuk kesekian kalinya, aku jatuh cinta lagi padanya.
Hari ini, aku mendengar suaranya. Ia menghampiriku dengan senyum yang tak pernah lebih manis. Senyum ia seperti biasanya. Ia tidak berbeda dengan bertahun-tahun lalu. Pakaian yang dikenakannya masih saja berbeda dengan orang-orang kebanyakan; kadang berlapis-lapis; kadang ada rumbai-rumbai. Dia berpakaian semaunya saja. Tak ada orang yang mematuhi norma umum tidak menolehkan wajahnya ketika berpapasan dengannya. Padahal, tanpa pakaian seperti itu, ia sudah terlihat berbeda. Sering kali ia meletakkan sehelai bulu burung di rambutnya. Atau, diwarnai pula sekitar matanya di tempat yang tak biasanya. Intinya, Jonsi luar biasa.
Ditawarkan tangannya begitu saja. Tanpa berpikir, kusambut dan ditariknya dengan lembut. Begitu banyak kembang api yang ia nyalakan di sekelilingku. Ia tahu betul betapa aku terpesona sangat dengan kembang api. Ia lihat pantulan cahaya kembang api itu pada wajahku. Tak dibiarkannya kutermenung seperti tahun-tahun lalu. Ia segera mengajakku tertawa kecil yang menggoda sembari menggiringku untuk menggerakkan tubuhku. Ia bergerak cepat ke samping sambil terus menatapku. Aku hanya mengikuti cahaya kembang api dari rona ceria di wajahnya, Bergerak lagi ia ke belakang dan terus kuikuti. Dibawa tanganku ke atas dan pelan-pelan turun lagi, begitu saja mengikuti irama yang ia buat. Ah, aku sudah menari ketika sadar. Aku menari dengan tatapan tak lepas darinya. Menari dengan gerakan yang dituntunnya dan turut memberikan langkah-langkah baru. Kami melangkah di bawah percikan api yang tidak kami pedulikan.
Untuk kesekian kalinya, aku jatuh cinta lagi padanya.
Komentar
Posting Komentar