putih

Putih. Putih saja. Putih melulu. Putih sekali. Sedikit putih. Tetap saja putih.

Berbagai macam gaya pun, ia tetap putih. Kali ini, coba dipadukan dengan macam-macam, masih saja putih. Ternyata, menjadi putih karena memang putih.

Harus putih? Sudah putih, kok. Setiap waktu memang putih. Coba diubah sedikit demi sedikit, kenapa masih ada putih? Putih dianggap. Putih ada.

Putih dibicarakan. Mendengarkan putih. Pakai putih. Iya, tapi putih masih mencari tahu putih itu apa. Apa putih adalah putih? Sebentar, saya periksa dulu.

Putih adalah warna. Memang, pada akhirnya, putih tidak hanya sekadar warna. Banyak diinterprestasikan dengan sesuatu yang jauh dari warna; sesuatu yang tidak kasat mata. Putih jadi penuh misteri. Putih menjadi istilah untuk rasa, anggapan, pandangan, dan lambang. Putih bermakna. Makna putih.

Putih selalu di-. Putih tidak pernah me-.

Ada yang meninggikan putih, padahal putih masih sibuk mencari tahu apa itu putih. Putih tidak diberi gerak untuk mencari tahu putih. Putih ada karena diciptakan orang-orang. Iya, tapi kenapa putih?

Putih muda. Putih tua. Tetap putih, toh? Bahkan, hanya segelintir yang bisa melabeli ini putih muda atau itu putih yang lebih muda. Intinya? Putih adalah putih. Bagaimana pun berntuknya, putih itu putih.

Katanya, putih itu suci. Putih tidak merasa suci. Ia putih, tapi ia tidak suci karena suci itu sendiri tidak ada. Baiklah. Putih itu bersih. Bersih katamu? Kotor pun, putih tetap putih. Mereka tetap bisa mengenali putih. Hmmm… Putih itu netral. Tidak bisa netral. Netral itu kosong dan tidak ada yang kosong sejak dilahirkan. Putih itu tidak sama dengan netral. Kalau begitu, putih itu kosong. Harapan untuk kosong. Padahal, putih sudah lama putus asa mencari tahu putih. Putih tidak pernah kosong, apalagi jika dilihat dari dekat.

Putih? Mungkin, pasrah. Bagaimana dengan putih yang bersusah payah mengartikan putih. Putih adalah arti. Putih sudah diartikan.

Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Diulang terus untuk memanggil satu pikiran lain tentang putih. Tapi, yang ada putih itu malah kehilangan artinya sedikit demi sedikit. Coba ulang putih terus. Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Putih… Bahkan irama yang digunakan untukmengucapkan putih pun menjadi tidak berirama.

Putih sudah diulang-ulang. Putih sudah terkikis eksistensinya. Ah, tapi putih tetap putih, kok. Putih kan putih. Tidak ada definisi lain selain putih adalah putih. Putih tak terdefinisikan. Putih tetap ada tanpa definisi.

Komentar