Jarak


Bagaimana saya mengucapkan selamat tinggal kepada Anda? Tanpa ini semua, saya dan Anda pun sudah berjarak. Ada rongga terselubung yang kita bungkam terus menganga. Ada rekat melekat yang kita bungkus dengan sengaja.

Saya sudah mempersiapkannya dengan sematang mungkin. Memanggil Anda pada tengah malam untuk menghabiskan kali malam bersama. Kemudian, kita akan bicara tentang patung-patung yang mengangkasa. Juga tentang papan-papan yang merenggut jarak pandang kita. Beradu tentang sesat pikir yang karut-marut dan kemudian terjerembab di dalamnya. Termasuk tata cara menjadi orang asing di tengah keakraban yang sudah terlerai.

Pun, ketika membicarakannya, kita terlupa: tiap malam adalah akhir. Saya dan Anda terlepas dari seberapa layak untuk mengakhiri ini. Dan, sama-sama sadar betul bahwa tak pernah kenal dengan awal. Akhir tak selalu disertai awal.

Tapi, malam akhir nanti, saya dan Anda sudah berjarak. Jauh sekaligus dekat. Menjauh atau mendekat juga tidak menghilangkan sekat. Jadi, buat apa mempersoalkan sesuatu yang sudah selalu ada? Jika ini memang bukan persoalan, buat apa dibicarakan?

Bagaimana saya mengucapkan selamat tinggal kepada Anda? Kita akan menutup malam yang berbeda. Melanjutkan apa-apa yang pernah kita bicarakan. Tersesat dalam ketakbermaknaan. Tak ada ruang berbagi. Itu sudah menjadi milik khalayak. Apakah selamat tinggal selalu kita lakukan dalam mimpi-mimpi yang tak berjejak?

Komentar