Romeo and Juliet

Semua jejak yang telah dicetaknya terhapus pelan-pelan dengan susah oleh berat angin yang begitu ringan. Turut dihapusnya dengan sekaan air mata yang jatuh tanpa kehendak. Semua terjadi begitu saja diiringi segala penggalan kenangan yang tiba-tiba hadir. Menyapa pelan apa yang pernah terjadi dan seolah-olah ingin menjadikannya sesuatu. Padahal, di bawah dan di atas semua kesadaran, sudah tidak ada sesuatu. Bukan apa-apa. Bukan apa-apa lagi.

Diajaknya melangkah segala harapan dan membentuknya menjadi kisah yang jauh dari Romeo dan Juliet. Siap, hanya itu yang tersisa dari lirik yang terngiang tiap malam. Malamnya diisi dengan nada-nada dan kata-kata yang diharuskan mengisi segala kepalanya. Melepaskannya pelan dengan hati yang sudah begitu erat. Malam itu harapan masih disisakan. Tak ada suara pintu paling depan yang berbunyi. Tak ada keinginan untuk mendengar yang datang atau yang pergi. Begitu banyak yang menjadi tak penting.

Dihentikan harapannya. Namun, ketika seseorang berhenti berharap, justru kadang impiannya datang menghampiri pelan-pelan. Membisikkan sesuatu yang selalu ada di ketidakrasionalannya. Dibasuhnya impian itu sehingga begitu dekat.

Maaf, dekat adalah muak sekarang. Sesuatu yang jauh lebih terasa rasional dan tak menyisakan sakit yang begitu dalam. Bukan takut, justru berani untuk memisahkan pikirannya. Berani dengan ketidakrasionalan yang selalu dimusuhinya.

desember2008juga

Komentar