Kekeringan pada Musim Penghujan
Tidak pernah mudah
untuk mengakui sesuatu, apalagi terkait diri sendiri, terlebih sesuatu yang
begitu jujur sampai bahkan diri sendiri enggan untuk mengakuinya. Pun demikian,
tidak mudah bukan berarti tidak bisa, itu pula yang selalu saya pelajari selama
ini.
Minggu ini, saya
terbangun dan merelakan diri untuk merasa malu terhadap diri sendiri. Lebih
parah, merasa kalah akan sesuatu yang dipungkiri, padahal tak ada kekalahan
ataupun kemenangan, hanya kewajaran saja.
Segala konstruksi
yang sudah dibuat cetak birunya selama ini saya lihat lagi dengan mata burung.
Terlihatlah titik di mana saya berdiri. Seberapa jauh pengembaraan dari titik
awal; seberapa jauh juga dari tujuan yang sudah ditandai di maket.
Saya tidak akan
menghitung-hitung keberhasilan, juga tidak akan merancang segala siasat untuk
pencapaian. Tidak. Itu sudah terlalu sering saya lakukan.
Kali ini, saya akan
berdiam. Mengamati tiap alir dan alur. Mengawasi sekarang. Merasai ke dalam.
Segala ilusi saya
tepis. Kenyataan ada untuk hadir. Penilikan sedemikian rupa akan penyangkalan
terkikis pelan-pelan. Tak ada omal-omel akan ketidakadilan. Terbuang sudah
segala pertanyaan yang tak perlu lagi ada jawaban. Saya hanya mau jujur kali
ini. Wajar atas kepercayaan yang coba dibangun dan belum selesai. Lelah atas
pembenaran atas kekhawatiran yang disembunyikan. Paham atas kemudahan yang
begitu mungkin terjadi. Dan, kesederhanaan yang bisa saja tanpa tetek-bengek
dalam kehidupan ini.
Saya tak ingin seakan
menonton film yang tidak membiarkan ketiba-tibaan; tak menyediakan ruang kosong
sehingga merasa perlu mengisinya dengan segala alasan dari setiap tindak laku
dari tiap tokoh. Kadang, orang hanya melakukan atas keinginan saja. Tak ada
alasan lain di balik itu. Pun, itu susah sekali dipercaya oleh orang-orang
lain.
Namun, biarkanlah
segala kemungkinan itu terjadi, seperti hujan satu harian di tengah musim
kemarau yang berkepanjangan. Tak ada alasan. Dirasa tak mungkin, tapi terjadi.
Saya akan membiarkan itu dan merelakan diri tidak mengetahui alasannya. Tak
akan juga merasa itu merupakan akibat dari doa berkepanjangan, entah siapa yang
berdoa dan kepada siapa.
Cukup sudah segala
usaha untuk menurunkan air hujan. Saya sudah berdamai dengan kemarau. Saya pun
tak mempertanyakan gerimis tetiba kala itu. Saya rasa kemarau masih panjang dan
persediaan air masih cukup untuk kebutuhan utama sehari-hari.
Pun demikian, hari
ini saya mengakui: saya kekeringan. Dan, saya akan melahapnya bulat-bulat.
Komentar
Posting Komentar