Cerita Hari Minggu

Hari ini saya kebosanan.

Mungkin itu kata halus dari kesepian. 

Saya hubungi teman-teman.

Satu sedang kencan.

Satu sedang jalan-jalan.

Satu sedang arisan.

Satu sedang latihan. 

Coba kirim pesan ke lain kawan-kawan.

Satu dengan anjingnya sudah janjian.

Satu ada  kerjaan untuk bayar tagihan.

Satu lagi tidak dapat balasan.

Akhirnya bertemu dengan satu teman yang janjinya terus dibatalkan.

Ternyata dia butuh hiburan.

Baru saja gagal perkawinan.

Sebelum ijab kabul, sudah banyak permintaan.

Satu temannya datang.

Katanya, sedang dililit utang.

Melambung tinggi harga semua barang.
Pendapatan di bank hanya lalu-lalang.

Satu lagi tiba, lelah menyupir mobil bukan milik pribadi.

Dipecat pas anak mau masuk sekolah sebulan lagi.

Pasangan ngomel karena makanan tidak bergizi.
Surat pecat disimpan dalam laci.

Akhirnya, mereka adu tragedi.

Temannya ada yang ditinggal pergi.

Pacarnya sekolah ke luar negeri.

"Kamu ke sini atau kita akhiri."

Padahal, bapak darahnya perlu dicuci.
Jaminan kesehatan pemerintah cuma ilusi.

Cerita teman lainnya beda lagi.

Kontrak satu tahun kerja harus tetap sendiri.

Baru dua bulan, sudah isi.

Tanpa suami, tanpa tabungan berisi.

Bisa jadi dia terpaksa pilih aborsi.

Kali ini, kisah tentang profesi.

Ingin kerja di kantor menteri.

Padahal sukses jadi penyanyi.

Katanya, seni bukan panggilan hati.
Yang lain bertanya, mungkin karena tidak dihargai?

Saudaranya malah ingin dipecat.

Kadung berdedikasi, tapi nggak bisa menjilat.

Kerjanya selalu dikata cacat.
Mana jumlah jam kerjanya juga mencuat.

Kalau nggak kuat, dia akan bikin surat.
Tapi, di tempat lain, bisa juga sama menjerat.

Saya akhirnya buka suara.

Bertahun-tahun saya kita tuhan tidak ada.

Belakangan hadirnya sering bergema.

Suka lelah nggak percaya apa-apa. 

Mereka tertawa.

Katanya, tuhan ciptaan negara.

Hari ini saya kebosanan.
Mungkin itu kata halus dari kesepian.