Kurasi Ingatan Cahaya
Sore itu, Bapak Tua duduk di beranda. Rambut putihnya sudah tumbuh berdekatan sejak lama. Bengongnya tidak kosong. Terasa benar pada teduh matanya yang kalem. Beliau menoleh ke belakang ketika menyadari keberadaan saya yang mengamatinya dari belakang. Beliau meminta saya untuk duduk dengan menepuk-nepuk bangku yang ada di sebelahnya. Saya manut. “Bapak Tua tidak kepanasan duduk di sini? Sinar matahari langsung ke tempat duduk kita.” Beliau menggeleng, dia bilang, saat ini, beliau sedang belajar untuk mengakrabi cahaya. Peluhnya menetes. Saya menunduk. “Waktu itu, gelaaaap sekali. Sangat gelap. Jelang beberapa langkah, saya hanya melihat gelap. Hitam. Hitam pekat. Saya memutar tubuh saya (sambil ia praktikkan) untuk lihat sekeliling. Tidak ada. Tidak ada apa-apa yang terlihat. Hanya hitam. Hitam pekat.” Bapak Tua ini pernah hilang, entah berapa lama. Bapak Tua selalu cerita, beliau masuk dalam kegelapan. Kemudian, beliau jarang sekali melanjutkan ceritanya. Ini adalah saat lang...