Pulang


“Yang fana adalah waktu, kita abadi.” – Sapardi Djoko Darmono

Sudah dua belas bulan dialami selama hitungan waktu yang dinamakan 2012. Seluruhnya terangkum dalam satu kata bagi saya, yaitu pulang. Ya, saya pulang tahun ini.

Tahun ini jauh di luar perkiraan saya dan memang hidup selalu menawarkan sesuatu yang lebih dari perkiraan semata. Jauh lebih luas tanpa serta-merta besar. Bisa saja, kita memberikan kejutan terhadap hidup atau malah justru sebaliknya: hidup mengejutkan kita. Banyak hal yang saya kira bisa dilalui, ternyata tidak bisa. Namun, buat apa bermuram durja akan hal itu? Toh, lebih banyak lagi kejadian dialami, meskipun sebelumnya tak disangka bisa dilalui.

Ini adalah penghujung tahun dan semua hal yang tidak semudah itu berhasil terlalui, tak menutup kemungkinan untuk terus terjadi pula pada hitungan tahun selanjutnya.

Tahun 2012 mengajak saya berkelana lebih jauh dari biasanya. Hampir sebagian besar di antaranya, saya memilih untuk segera pulang. Sejauh apa pun perjalanan, ternyata, ada satu pusat energi di hati yang tak bisa terlepas dan menawarkan kepulangan. Setinggi apa pun penerbangan, ada satu perputaran roh yang selalu memanggil kembali. Sedalam apa pun penyelaman, ada satu harum yang kerap tercium dan mengajak pencarian pada sumber.

Keluarga. Saya pulang kepada keluarga saya. Begitu banyak kejadian tahun ini dan membuat saya belajar untuk pulang. Selain itu, tanpa sadar, saya juga banyak melakukan tawar-menawar dengan semesta atau tuhan.

Semesta atau tuhan. Saya pulang kepadanya. Pengembaraan saya menuju Samudra yang tak pernah terbatas dimulai kembali. Saya haus luar biasa serta-merta merasa begitu dekat. Ayo, pulang, dengan berlayar.

Pertemanan. Saya pulang kepada orang-orang yang hampir tak pernah tak ada, terlebih dalam keadaan terburuk sekali pun. Semua ada.

Pekerjaan. Adanya tawaran di luar pekerjaan sekarang membuat saya semakin yakin, rumah saya ada di mana. Siapa lagi yang akan menemani malam-malam pada fase keburukan saya? Bukankah itu jauh lebih penting daripada segala yang mereka elu-elukan? Saya semakin tahu ke mana saya ingin pulang tanpa keharusan.

Mimpi. Banyak sudah terlupakan, tak sedikit pula dienyahkan alih-alih takut yang tak masuk akal. Tahun ini, saya pulang dengan menapakinya satu-satu, merasakan kegagalannya, dan kerap berdiri kembali.

Pulang. Saya ingin pulang. Saya sudah pulang. Saya masih ingin pulang. Terima kasih 2012 sudah mengajak saya pulang dan tetap membiarkan saya terus melanjutkan perjalanan. 

Komentar