Rindu #3
Bertemu lagi kita setelah sekian lama. Lama sekali. Lagi-lagi, kita tak sanggup hanya berdua.
Degap jantung tak karuan ritmenya. Harapan melanglang buana. Waktu diatur seleluasa demi memungkinkan segala. Resah tak padam-padam. Merelakan diri diatur oleh alam. Mengiba pada kebetulan.
Kita tak sanggup hanya berdua. Butuh sosok satu lagi untuk menihilkan kita. Bahkan, mungkin juga menguatkan.
Goyangan kaki sulit dikendalikan lantaran menanti seorang lain. Pandangan pada jarum jam berulang kali dilakukan dan kerap membatin, "Masih ada waktu." Indera pendengaran menjadi lebih peka terhadap bunyi-bunyian yang mungkin dari sosok yang mempertemukan kita bertiga.
Hingga saat itu datang. Pesan itu sampai. Alam menjawab. Kebetulan berpihak pada kegelisahan kita seharian.
Degup jantung semakin menjadi-jadi. Badan memang di ranjang, tapi pikiran sudah lengkap dengan rencana pertemuan. Baju yang akan dikenakan sudah menjadi imaji mental. Kisah yang akan diceritakan sudah menjelma alur roman. Senyum manis sudah dipersiapkan untuk menyambut pertemuan.
Namun, alam tidak semudah itu menerka kita ternyata. Waktu juga tidak seberpihak itu. Semua masuk akal. Terlalu masuk akal bahkan. Inilah sangkaan awal ketika hanya ada kita berdua.
Kesenangan menjadi lenyap. Sisa kesal. Kesal bukan main.
Malam ini, kita akan tidur berdua lagi, Rindu. Hanya berdua. Tanpa cerita, tanpa sisa senyum, tanpa obat penawar.
Pertemuan kita tak semestinya mengajak kesal. Ini sudah kita sama-sama duga sejak awal. Dan, kesal ini pun sama sekali tak masuk akal.
Bertemu lagi kita setelah sekian lama, Rindu. Hanya kita berdua.
Komentar
Posting Komentar