Hari Raya

Hari raya dianggap sebagai kemenangan bagi sebagian orang yang percaya. Bagi saya, hari raya adalah saat untuk berbagai kemungkinan terbuka. Bagaimana tidak? Hari raya adalah kewajaran terwajar untuk menarik benang-benang yang sudah lama terbengkalai.

Tarikan tersebut kadang memang untuk dibengkalaikan kembali. Setidaknya, jika ada peruntungan, kenangan manis terbuka kembali. Kadang bukan untuk dilanjutkan, hanya untuk disenyumkan. 

Saya tidak berkekurangan senyum, sama sekali tidak. Hari raya kemarin perjumpaan dengan keluarga meninggalkan manis dan menyelundupkan pahit. Kami sibuk mengenang masa lalu, bapak-ibu sibuk bercanda untuk mengawetkan hubungan.

Satu teman dekat yang jauh manis bukan kepalang, sering berhasil menghasilkan senyum diam-diam yang mungkin tak dia rasakan. Teman-teman dekat sekitar ribut berbagi kabar baik untuk disambut dengan tawa. Begitu juga teman-teman tak dekat yang lalu-lalang. Kami saling berhinggapan di jendela untuk melambaikan tangan sembari mengabarkan kehadiran. 

Kebanyakan dari mereka berpapasan dengan saya dalam beberapa bulan terakhir. Bukan waktu yang lama memang, tapi perjalanan kami berbekas. Banyak kegetiran yang terungkap dan disematkan dalam canda. Tak jarang juga justru jadi rayu. Pun rayu bisa juga semu.

Hari raya kali ini, benang-benang tarik-menarik. Menawarkan rasa dan juga kenangan. Apapun itu, ini semua akan menjadi ingatan belaka yang bisa terlupa secepatnya. Terbengkalai sedemikian rupa sampai ada kewajaran lain. 

Tarik-menarik tersebut membuat saya banyak tersenyum. Menyematkan siasat kewajaran yang didapat dari hari raya. Siasat tak melulu muslihat, saya bisa juga berdiam. Membiarkan segala kemungkinan terjadi, pun kemugkinan tak terjadi apa-apa. 

Komentar