Perjalanan Pendekar Tanpa Nama

Yogyakarta. Hampir selalu menawarkan ketidakakraban denganku. Kecelakaan teman-teman satu bis, perjalanan yang tak pernah terjadi, pertemuan nyaris nan miris, kegiatan tertunda, juga cinta yang tertinggal. Namun, ia tak berhenti memanggil. Untuk mencoba akur, perlu usaha berlebih. Tak ada posisi tawar yang sejajar antara aku dan Yogyakarta.

Yogyakarta selalu menanggalkan kesempatan. Itu begitu menakutkan. Padahal, segala takut hanyalah kumpulan ilusi yang dipercaya benar. Timbul akibat perkiraan-perkiraan yang kemungkinannya sama besar dengan yang di luar dugaan. Tetapi, tidak terjadi apa-apa justru seakan lebih membuat tenang. Maka itu, lebih baik dihindari. Kadang pula, menghindar justru menguatkan ketakutan.

Sampai tibalah satu pesan masuk berupa tiket sebagai hadiah. Tujuan: Yogyakarta. Kalau bukan sekarang, toh nanti juga ada perlu ke sana. Berangkatlah kami, sesama pengembara. Tujuanku berkepentingan: melawan ketakutan; menantang ilusi; juga menyelesaikan yang tidak pernah dimulai.

Jadi, sudah berani selesai?

*terima kasih, ES, sudah menyuguhkan keberanian serta-merta menemaninya. Berani bersama sungguh merupakan awal dari segala ketidakmungkinan menyenangkan yang terjadi.



Komentar

  1. kamu pendekar pengembara, aku pengembara pendekar..hahaha. selesai tak selesai, yang penting udah dimulai (ES)

    BalasHapus

Posting Komentar