Manusia Gunung
“To know love we have to tell the truth to ourselves and to others. Creating a false self to mask fears and insecurities has become so common that many of us forget who we are and what we feel underneath the pretense.” – Bell Hooks dalam All About Love (hlm. 48) Kenalkan, dia adalah Manusia Gunung. Bukan, hobinya bukan naik gunung. Bahkan, katanya, ia tidak mengakrabi gunung. Pertemuan pertama kami juga bukan di gunung. Hanya di lembah. Tanpa sengaja. Tanpa rencana. Dan, saya menghampirinya tanpa api. Tapi, saya kebakaran sendiri setelah membaca tulisannya. Dalam tulisan keduanya yang saya baca, dia (Jaluardi, 2017) menulis begini, “Komunisme yang telah lama diluluhlantakkan—kini jadi dongeng di belahan dunia mana pun—masih menghantui negara rupanya. Padahal [,] dulunya mereka juga yang memburu habis ideologi itu, partai dan orang-orang yang diseret-seret terlibat jadi hitungan statistik belaka.” Saya keluluhan dengan alur dan kata-kata yang mengalir. A...