Serpihan-serpihan
Tidak kutemukan setetes air di lautan lepas
Tidak kurasakan rintikan hujan ketika hujan menderas
Tidak kulihat sejumput rumput pada luasnya
Tidak kuraba jengah di tengah jenuh
Pantangku untuk mengiba. Bisa saja kulihat wajah yang lain dan kujiplak pada wajahku. Mereka kira panca inderaku masih berfungsi dengan adanya. Harus akui, kadang mereka lebih menyukai kepura-puraan. Hanya melihat apa yang mau mereka lihat. Hanya merasa apa yang ingin dirasa. Kalau begitu, mau mempunyai keinginan terbesar.
Aku terlalu kerasan tinggal di dunia kepura-puraan ini
Hingga tak bisa kutemukan diriku lagi
Diri ini sudah usang dan berdebu, terduduk di pojok gudang
Apakah mau juga yang bertanggung jawab?
Atau mungkin memang tak ada pilihan lain lagi?
Tak jua kutemukan sosok prajurit pantang menyerah sampai titik penghabisan
Tak lelah bertanya walau banyak yang belum terjawab
Tak butuh tameng, hanya keberanian menhadapi kenyataan yang bertubi-tubi
Tak butuh tombak, hanya kepalan tangan untuk tetap bertahan
Apa mauku?
Apakah mau merupakan komponen terpisah dari tubuhku?
Ataukah menyatu meringkuk di pojok gudang berdebu?
(15 Mei 2006)
Komentar
Posting Komentar