bicaralah

"Kenapa berulang kali kau tanya tentang hati ini?" kubakar rokok sebelum menjawab pertanyaan yang selalu diajukannya. "Ini serius karena aku harus tahu," itu saja jawabannya. Aku sungguh tak mengerti. Ia selalu menganggap masalah hati lebih serius daripada segala hal yang biasa kami bicarakan. Kelaparan di Afrika, kemiskinan negara sendiri, sengketa pulau, kapitalisme, dan hak perempuan menjadi kalah serius seketika.

"Mau keluar dari pembicaraan dengan cara apa lagi kali ini?" tanyanya mulai sinis. Mungkin kali ini harus kujelaskan saja kepadanya. Entah mengapa, aku merasa tetap ingin mempertahankan argumenku. "Ini bukan masalah rahasia. Ini juga bukan karena aku tidak kenal hatiku sendiri," jawabku setelah menghembuskan asap rokok. "Bicaralah," katanya tak sabar.

"Rasa ini urusanku dan urusan yang bersangkutan. Makanya, kupendam erat-erat," jawabku ketus.

"Kamu salah satu yang bersangkutan," lanjutku tak terdengar.

juni 2009

Komentar