kiri-kanan-depan-belakang
Kalau tidak memilih ke kiri, bukan berarti pilihan jatuh pada kanan. Ya, sering kali orang berasumsi sesuka hatinya. Tak masalah. Hanya saja mungkin pilihannya diperluas sehingga tidak terjebak dalam hubungan sebab-akibat yang semu. Pilihan di dunia ini tidak hanya dua, bukan sekadar betul atau salah. Alasan di semesta ini pun tak hanya argumen kosong dari kebanyakan orang.
Orang yang memilih untuk tidak makan siang bukan hanya karena ia masih kenyang atau tidak punya uang, tapi bisa saja ia sedang sakit perut. Bisa juga ia sedang menunggu janji untuk memadu kasih lewat sinyal telepon pada saat itu. Seseorang yang memilih untuk pindah kerja bukan saja beralasan gaji lebih besar atau ada kenyamanan yang jauh lebih baik yang ditawarkan. Namun, ia mungkin merasa ingin berkontribusi di bidang lain.
Kita tersekap dalam stereotipe klise. Hanya bisa paham dengan apa yang kita percaya. Padahal, banyak hal yang kita tidak percaya bukan berarti tidak ada. Hal yang tidak dipercaya itu bukan berarti mitos. Banyak kisah yang belum dialami bukan berarti hanya bualan turun-temurun. Sadari saja bahwa kemampuan kita terbatas untuk memahami semua hal. Masih banyak yang belum terekam dan terasa dalam segala indera.
Saya sendiri masih percaya ironi yang tersisa dalam kehidupan. Persinggungan antara kebutuhan, kemauan, dan kejadian tak jarang melemparkan kita pada kenyataan untuk dianggap apa saja oleh orang lain. Sebagian justru mempermainkan anggapan itu. Sebagian lagi sibuk membenahinya agar sesuai dengan tipu standar yang sudah terpatron.
Saya? Masih duduk-duduk di bangku belakang, tanpa kerjaan berat, tanpa kepedulian terhadap keluarga, tanpa gagasan brilian. Saya hanya menggenggam impian tulus yang tidak dimiliki orang lain. Itu saja kekuatan saya.
* gambar diambil dari http://weheartit.com/entry/10612255
Komentar
Posting Komentar