to be happy is so easy


Setiap minggu, Lesya tak pernah luput datang ke rumah sakit untuk menemani kakaknya sejak mengidap penyakit itu. Setiap minggu itu pula, perempuan itu ada di sini. Rambutnya panjang tanggung. Selalu menggunakan minyak wangi yang sama. Tangannya selalu ada mainan, entah kartu, alat musik, atau apa saja. Selalu datang sebelum Lesya dan kakaknya datang. Selalu sedang berbincang dengan orang lain. Beberapa kali masuk ke dalam ruangan dokter, tetapi sekeluarnya, ia tetap duduk di ruang tunggu.

Senyumnya tak pernah berhenti dipamerkan. Terlihat ramah. Hangat sekali pembawaannya. Minggu lalu, ia menghampiri kakak Lesya setelah teman bicaranya masuk ke dalam ruangan dokter.

"Hai," sapanya ramah, giginya putih bersih, tersusun rapi. Ia langsung mengambil tempat duduk di samping kakaknya Lesya.

"Hai," jawab kakak Lesya pelan.

"Nomor urut berapa? Masih lama?" tanyanya tanpa ada intensitas mengganggu.

"Masih 10 nomor lagi" jawab kakaknya.

"Mau main kartu?"

Lesya dan kakaknya sedikit terkejut. Tanpa perkenalan. Tanpa pertanyaan yang lebih banyak. Tanpa pertanyaan umur, pekerjaan, status pernikahan selayaknya orang Indonesia, ia langsung mengajak bermain kartu. Sepertinya, ia sadar betul dengan keterkejutan kami.

"Daripada kita bosan menunggu, lebih baik kita bermain. Ketemu dokter dalam keadaan bahagia. Atau, kalian mau main berdua saja? Saya bisa pinjamkan kartu saya," bujuknya lebih larut. Bahkan, dia mengucapkannya tanpa ada nada tersinggung sama sekali. Lesya dan kakaknya pun menerima tawarannya dalam keadaan ragu tapi ingin betul. Semacam ingin mencoba makanan yang tampak enak, tapi belum pernah dicoba sebelumnya. Seperti anak kecil yang ingin sesuatu tetapi malu-malu untuk menunjukkannya.

Mereka bermain kartu bertiga. Berbagi tawa dan mempercepat waktu pemanggilan masuk ke ruangan dokter. Sebelum masuk ke ruangan dokter, wajah kakak Lesya berbeda. Dia tampak lebih bersinar. Ada harapan yang sudah lama terlupa dalam debu di lubuk hati. Perempuan tadi menghadirkan harapan itu kembali. Lesya menyempatkan menengok ke belakang sebelum menutup pintu dokter, perempuan itu masih duduk di tempatnya dan memberikan kode dengan mengangkat ibu jarinya sambil tersenyum manis kepada Lesya. Seolah-olah berkata, "Semua akan baik-baik saja". Kata-kata semacam itu sudah sering kali terdengar, tapi tidak memberikan pencerahan. Namun, perempuan itu telah menyalakan cahaya kecil dengan cara yang begitu sederhana.

Dokter memeriksa keadaan kakak Lesya seperti biasanya. Dokter mengenali simpul senyum di ujung bibir kakak Lesya. Ia menembak langsung itu semua akibat ulah si perempuan di luar tadi.

Sambil berbicara santai, dokter itu juga menjelaskan bahwa perempuan itu telah berhasil memberikan harapan bagi banyak orang. Setiap malam, ia selalu di sana. Bicara apa saja dengan siapa-siapa. Umbar senyum dan bagi ceria. Perempuan itu telah berjanji akan memberikan harapan bagi semua orang yang berobat di sana. Perempuan itu tidak akan membiarkan satu orang pun merasakan kesepian seperti ia membiarkan orang terdekatnya melaluinya sendirian.

*gambar diambil dari http://weheartit.com/entry/10783861

Komentar