Aman
Datang-datang, ia
mempertanyakan lagi semuanya.
“Ini apa?” katanya dengan
wajah sama sekali tak mengerti.
Kami semua yang duduk di
situ melihatnya dan hampir serempak menggelengkan kepala.
Kurang yakin dengan
jawaban kami, ia bertanya sekali lagi.
“Jadi, ini apa?” sambil
menunjukkan yang dimaksud seakan kami tak paham dengan pertanyaan sebelumnya.
Sebagian dari kami
membuang pandangan, enggan menanggapi pertanyaan itu lagi. Saya sendiri masih
menggeleng, berharap ia yakin kami paham maksud pertanyaannya sedari awal.
Dia tak beranjak sama
sekali dari tempatnya berdiri. Masih saja memegang yang dia pertanyakan itu.
“Sini, duduk dulu,” ujar
salah satu dari kami.
“Apa pun itu, tak akan
hilang. Kalaupun kau tahu jawabannya sekarang, toh, tak ada yang bisa dilakukan.
Biarkan saja. Tak perlu dipersulit hidup kau,” ujar seorang yang tadi sudah
membuang muka.
Saya sendiri ikut-ikutan
tak bergerak. Menanti betul apa yang ia akan lakukan selanjutnya, sekaligus
menebak-nebak kata-kata yang ingin ia dengar saat ini. Saya tak bisa menebak.
Tak bergerak. Mendadak.
Pandangannya masih
bertanya-tanya. Kemudian, merasa harus ada yang melakukan sesuatu untuk membuat
waktu seakan berjalan, salah satu dari kami akhirnya berucap.
“Tidak ada yang tahu itu
apa. Kamu lama di situ pun, jawabannya tidak akan datang begitu saja.”
“Iya, duduklah dulu di
sini. Taruh itu di mana kau suka. Kita bicarakan dan rasakan pelan-pelan,”
bujuk lainnya.
Ia menangis tersedu-sedu.
Masih berdiri. Satu-satu dari kami menghampirinya. Mendekapnya begitu dekat.
Erat.
Masih tak mendapat
jawaban. Tapi, ia merasa aman.
Komentar
Posting Komentar