Surat Samudra #4


Kepada Samudra,

Kamu ada tanpa hadir. Betapa banyak hal yang terungkap dalam waktu sekejap. Sesungguhnya, saya hanya mau sadar dengan hal yang saya percayai. Sayangnya, saya percaya akan banyak hal sekaligus. Semalam, kamu bilang, itu sama saja dengan tidak percaya apa-apa. 

Bukankah keraguan memang merupakan titik awal dari keyakinan yang begitu mendalam? Keraguan pulalah yang mengantarkan kita pada suatu ruang tak terduga, bahkan tak bernama. Tak dikenali siapa pun, kecualinya mereka yang sedang dalam pencariannya.

Samudra, apakah pencari itu serta-merta menjadikannya pendamba, penemu, sekaligus perindu? Saya tahu juga bahwa turut menjadikan mereka peragu. Apakah sekaligus perayu? Kerap, kami begitu saling menjajakan kebenaran tanpa ingat bahwa kebenaran tak pernah mengubah bentuknya sesedikit pun. Ada tanpa kekal. Siap diubah oleh mereka dan menjadi satu bentuk baru.

Kemudian, kebenaran tetap berpijak sendiri. Orang-orang sibuk mempertanyakannya dan mempertahankannya tanpa tahu bentuk aslinya lagi. Apakah kebenaran memang untuk dibentuk ulang?

Samudra, terima kasih telah saling menjawab kerinduan. Sebentar, saya akan ramu secangkir penghangat lagi agar betahmu bertahan.

Semoga kamu bisa membaca kata-kata.

Salam manis.

Komentar