Surat untuk Bapak
Bapak, Bapak ingat sewaktu sering mengantarkan saya ke sekolah setiap pagi? Karena keculunan, saya sempat setengah memohon untuk Bapak turun dan bilang keterlambatan saya kepada guru, tapi Bapak menolak. Bapak bilang, “Kalau saya terlambat, saya juga harus menanggung risikonya.” Waktu itu juga pernah, saya masih duduk bermalas-malasan di kursi, padahal saya sudah bilang akan pergi kencan. Bapak bilang, “Ayo, siap-siap. Lebih baik menunggu daripada ditunggu.” Sekarang, saya selalu bolak-balik lihat jam kalau terlambat, kaki pun ikut goyang-goyang. Oh, apakah ini awal mula saya kerap menunggu pun saya sudah lama tidak kencan? Bapak ingat sewaktu sering menjemput saya latihan basket yang hampir setiap hari? Bapak selalu masuk pada awalnya dan melihat saya disuruh berlari-larian tanpa henti. Akhirnya, Bapak kerap memilih untuk ada di depan saja. Kemudian, bapak menunggu sendiri sampai saya selesai membasuh dan sedikit bercanda dengan teman-teman. Bapak duduk sembari...