Postingan

Menampilkan postingan dari Maret, 2016

Malam Penghargaan

Selamat malam. Yang saya hormati: Ibu dan Bapak Juri, juga Ibu dan Bapak RT serta RW, Bapak dan Ibu di rumah yang saya harap tidak mendengarkan ini, apalagi kakak-kakak saya; yang saya sayangi: teman-teman yang sudah membuang-buang waktu, saya ucapkan selamat malam. Saya tidak mempersiapkan omongan ini. Sama sekali tidak. Jadi, ini saya rada bingung harus bicara apa. Ini semua di luar dugaan. Untuk sesuatu yang terjadi di luar dugaan, tentu saja ini bukanlah yang pertama kali dalam hidup saya. Tapi, tetap saja, selalu ada efek kejut. Selalu terasa seperti yang pertama. Efek kejut itu bisa bermacam-macam. Yang satu ini, tentu saya merasa tidak pantas. Bagi saya, bisa dikatakan cukup seringlah—kalau tidak bisa dibilang banyak—saya mendengar kisah yang lebih tragis daripada cerita-cerita yang terjadi dalam hidup saya. Jadi, sebagai salah satu penerima Penghargaan Pecundang Andal, saya merasa sebenarnya saya kurang sepecundang itu. Pun, memang, memang benar, saya memang pecundan...

Persapian Nasional

“…perpindahan itu membuat mereka stres dan mereka itu gampang stres. Hanya pindah dari kandang ke tempat pemotongan saja, itu bisa mengurangi berat badan mereka satu sampai dua kilo. Itu, kan, hanya…” Saya kesusahan menahan air mata untuk keluar. Kaca mata saya naikkan ke atas kepala, kemudian tangan kanan menghapus air mata di mata kanan; tangan kiri menghapus air mata di mata kiri. Menutupi ketengsinan, saya tertawa. Ia menghentikan ceritanya yang dari tadi terus berlanjut. Perkara sapi. Peliharaannya. Entah peliharaan atau pembantaian, ia sayangi sedemikian rupa semasa hidupnya untuk kemudian dihilangkan—kalau tidak mau bilang dibunuh atau disembelih. “Eh, Bontot. Kok sedih?” “Kasian sapi-sapinya, Mas,” saya menjawabnya sambil tertawa, tangan saya masih sibuk menghapus air mata. Tertawa hanyalah respons spontan saya untuk mengelabui malun. Mungkin, saya memang lebih laknat. Ketimbang perikemakhlukhidupan, perasaan malun saya lebih besar untuk ditutupi. “Jangan sed...