Bagai geluk tinggal di air.
Bagai geluk tinggal di air. Setiap hari, kerjanya hanya menunggu. Menunggu bantuan orang lain. Tepatnya, menunggu diselamatkan orang lain. Tanpa teriakan. Tanpa aduhan. Tanpa aba-aba minta pertolongan. Kami curiga, ia bahkan tidak sadar bahwa ia terus-menerus menunggu. Katanya, kalau ditanya ulang, "Saya tidak butuh pertolongan, apalagi kasihan." Mukanya datar. Suaranya juga. Seakan itu bukan hal besar. Sedatar memberi tahu tadi pagi dia minum air putih, kegiatan yang selalu dilakukannya. Kami tidak melihat tanda-tanda ia melakukan sesuatu yang bisa mengubah keadaannya. Marah pun tidak, apalagi dendam. Kami pernah tanya lagi, apa harapannya. Sebenarnya, kami tanya ini hanya ingin tahu saja apa yang ia inginkan. Ia hanya tersenyum sambil membenarkan posisi rambutnya. "Tidak tahu. Kalau saya jawab tidak ada, pasti saya diberondong pertanyaan lain. Sudahlah, pertanyaan itu sudah saya tanyakan berulang kali juga, tapi tidak nemu jawabannya," ia menuangkan air putih...