Pulang ke Tubuh Ibu


Semua manusia keluar dari tubuh perempuan. Kalau sang ibu memilih untuk melahirkan anaknya tanpa operasi, anak itu keluar dari vaginanya. Kalau melalui caesar, keluar dari perutnya. Jadi, setiap manusia pasti memiliki hubungan spesial akan tubuh perempuan. Bahkan, cenderung tidak bisa lepas seumur hidupnya.

Bagi laki-laki, mereka cenderung suka memasukkan penisnya ke dalam vagina perempuan atau bentuk lain yang menyerupai vagina perempuan. Dengan melakukan itu, ia merasakan kenikmatan. Sebenarnya, kenikmatan itu berasal dari kenyamanannya. Ia seperti kembali pada tubuh ibunya. Ia merasakan pulang menuju tempatnya bersemayam sekian puluh minggu sebelum lahir di bumi.

Rasa cinta mereka akan payudara perempuan pun mungkin merupakan jawaban atas rindu mereka terhadap puting ibunya. Sekian lama puting ibunya masuk dalam mulut sebagai pengantar tidur, pemberi lelap yang menghangatkan. Siapa yang mau meninggalkan kehangatan?

Sementara itu, bagi perempuan, ketika keluar dari tubuh ibunya, ia tidak membedakan dirinya dengan ibunya. Semua tampak begitu serupa. Namun, ibunya segera menjauhkan diri dari anaknya untuk memberikan identitas bagi anak perempuannya. Maka itu, ibu sering kali menjadi pengkritik paling keras bagi anak perempuannya. Setidaknya, begitulah yang dikatakan oleh teman saya. Saya pun mengangguk setuju dengan cepat.

Namun, bagaimana perempuan merasa “pulang” ke rumahnya sebelum lahir? Sebagian orang memilih untuk mencintai perempuan lain dengan tulus. Sebagian lagi memilih dengan memiliki anak—yang pada akhirnya bukan merasa “pulang”, tetapi justru mengalienasikan dirinya, termasuk tubuhnya. Apakah penis dapat membuat para perempuan untuk merasa pulang?

Mungkin, ketika penis masuk dalam vagina, perempuan justru menemukan identitasnya. Terpisah dari ibunya sekaligus mereplika kenikmatan ibunya. Tidak seperti yang digembor-gemborkan Freud, bahwa masuknya penis dalam vagina akan membuat perempuan merasa nikmat karena penis envy-nya terpenuhi. Justru untuk kenikmatan itu sendiri.  

Argumentasi saya tentang perempuan tidak setara dengan penjelasan laki-laki untuk “pulang”. Tolong dibantu. 

Komentar