Mudah dan Sederhana

Pada hari yang hampir habis, sebuah pesan masuk dari seorang sahabat lama yang sudah terlalu lama tidak bertemu. "Bisa bertemu tanpa pertanyaan?" Tanpa pikir panjang, aku mengiyakan ajakannya.

Aku masuk ke tempat pertemuan kami. Jalanan basah. Beberapa orang duduk di dalam. Sahabat itu duduk agak di tengah tanpa orang-orang di sekitar. Aku menghampirinya dan saling lempar senyum lebar. Asbak di depannya sudah ada dua puntung rokok. Secangkir teh panas di sampingnya. 

Aku duduk di hadapannya, pun ada kursi di sebelahnya. Aku memesan satu botol minuman dan ikut membakar rokok. Tak ada basa-basi setelah alpa yang kelamaan. Pertemuan itu hanya bersambut satu pertanyaan darinya, "Kehujanan?". Aku menggeleng.

Kami saling menatap barang sebentar. Tertawa, menertawakan keberadaan kami malam itu dengan alasan yang hanya ada di benak kami masing-masing. 

Rambutnya sedikit basah, mungkin ialah yang sempat terguyur hujan. Setidaknya, jaketnya masih berusaha menghangatkannya. Sepatu necis yang biasa ia kenakan malam itu berubah wujud menjadi sandal jepit. Wajahnya kuyu. Kausnya lusuh. Semua persis seperti orang tidak baik-baik saja. Ia terlihat seperti orang dalam perjalanan panjang yang tidak mudah.

Setengah-malaman itu, aku menepati janji. Hadir tanpa pertanyaan. Masuk dalam kesendirian berduaan. Kekacauan yang dialami sendiri-sendiri. 

Ia menyusul memesan satu botol yang sama denganku. Aku pun memesan botol kedua. Masih tanpa kata, kadang kami hanya saling tatap begitu sebentar dan senyum, beberapa kali tertawa. 

Di penghujung, ia mengucapkan terima kasih. Aku juga. Saling merasa berarti dengan kehadiran tanpa berbagi. Pertemuan yang begitu mudah dan sederhana. 

Komentar