Dua Bernama Sama
Dua-duanya membuang rokok
pada satu asbak yang sama. Dua laki-laki bernama sama dan berkecimpung dalam
satu bidang yang sama, meskipun berdomisili berbeda. Dua hidup yang beririsan.
Saya menghampiri meja yang
mereka duduki. Saya melempar senyum dan mereka membalas sama-sama ramah. Kami
pun terlibat dalam satu percakapan biasa yang saling paham.
Satu selalu melontarkan
isi kepalanya dan hatinya tanpa mau berikatan. Satu lagi selalu mengajak saya
untuk bebas mengeluarkan segala. Umpan berteman pancing sanggup melenakan saya.
Sore yang singkat bagi kami itu dilalui dengan kerutan di dahi dan disambung
dengan derai tawa tak bertujuan. Ketika keadaan sudah cair, saya memilih
meninggalkan mereka berdua. Ini tidak sehat, setidaknya bagi saya.
Dua laki-laki berencana
menghabiskan malam Sabtu bersama karena satu akan pergi ke satu kota lain.
Satu yang diajak turut mengajak saya untuk pergi bertiga. Saya meninggalkan
kesempatan itu untuk mereka berdua saja. Cukup sudah sebelum terjadi kekacauan
yang akan merugikan saya.
Sebelum perpisahan, satu
yang akan pergi bilang, saya lebih baik mendekatkan diri dengan satu nama yang
sama tadi. Setidaknya, ruang begitu penting dan kami yang ditinggalkannya berada
dalam satu ruang kota yang sama. Itu sudah cukup untuk mempermudah banyak hal.
Saya bilang, rasa tidak hanya terpaut ruang. Satu yang akan pergi bilang, saya
dan satu lagi setidaknya punya peluang.
Pada lain kesempatan, saya
dan satu yang ditinggal bertemu. Di tengah percakapan, ia bilang satu yang
sudah pergi meninggalkan peluang bagi saya. Saya bilang tunggu dulu. Peluang
tidak cukup untuk rasa, bagaimana dengan ruang?
Salah satunya terus
meyakinkan saya hadirnya nyata. Saya sudah lupa dia yang mana.
Komentar
Posting Komentar