Trims, Tukang Pos
Dua bulan lalu, kakak saya memberikan pandangan yang sering saya dapatkan ketika saya sedang menulis surat. Dahi sedikit berkerut, menatap tajam agak lama, lalu tak acuh melanjutkan kegiatannya, entah berjalan, mengambil minum, atau memakai jaket. Pandangan itu sudah lama saya dapatkan, pun belakangan itu, sudah tidak ada pertanyaan lagi di ujungnya. Itu saya kira akan menjadi pandangan terakhir yang saya terima. Saya sudah memutuskan untuk berhenti menulis surat. Hitungan tahunan, saya kerap menulis surat. Tujuannya sama. Isinya berbeda. Kalau isinya sama, maka sayalah yang pantas untuk dikirimi surat; surat rekomendasi dengan tujuan Rumah Istirahat Pemalas. Ah, kenapa itu tidak saya lakukan sedari dulu? Saya suka pemalas! Apalagi, menjadi malas itu sendiri. Beberapa bulan sebelumnya, kakak saya mengajukan pertanyaan, “Untuk apa menulis surat yang tak pernah mendapat balasan?” Saya menoleh untuk melihat wajahnya, “Kata siapa ini semua tidak pernah dibalas?” Di...