Sepatu Merah
Sini, semuanya. Kita duduk-duduk manis di taman hijau membentang. Aku akan tetap mengenakan sepatu merah dan terlentang melihat rerimbunan pohon. Sekali-kali, aku akan melihat matamu bergantian ketika sedang cerita. Mohon jangan anggap aku tak peduli ceritamu, aku hanya mau terlihat seakan santai dan tidak menaruh perhatian penuh. Kadang, itu membantu orang untuk bercerita tanpa henti. Setidaknya, cara itu berarti bagiku ketika aku sedang ketakutan sampai menggigil dan memilih bercerita kepada Ibu. Bagaimana kalau kita mulai dengan cerita tentang teman-temanmu? Atau, mau cerita tentang mimpimu? Nanti, aku akan mulai bercerita tentang kegelisahanku. Kesusah-payahanku menjalani sesuatu yang tidak berarti. Keraguanku melakukan sesuatu yang tak ada guna. Satu-dua kali, aku akan ceritakan bagaimana orang tua kalian begitu membantuku dalam menghadapi semua. Apa-apa yang terjadi tentang hidup akan dilalui bersama. Aku pernah bilang kepada salah satu orang tuamu, “makin sekarat, makin ra...