Dari Den Haag, Untuk Jakarta
Senja kemerah-merahan dari Dorus (pukul 20.22 CEST) Saya mengutuk jarak sesiangan. Apakah jarak memang menimbulkan kerak? Jarak membuat rasa ketakberdayaan, kekalahan yang semestinya tidak terjadi, pun belum tentu demikian. Ada kekuatan untuk merasa melakukan lebih banyak hal yang membumbung ketika mengakrabi jarak. Ingat, hanya merasa, belum tentu demikian. Saya menanyakan diri saya sendiri. Apa yang bisa dilakukan dengan jarak yang tak bersekat? Sayangnya, saya tidak bisa memberi jawaban lebih. Sama saja, tidak banyak yang sanggup saya lakukan. Jadi, saya menarik rutukan saya terhadap jarak. Mungkin, saya memang bukan jagoan hiburan. Saya tidak punya kepandaian dalam meredam duka nestapa orang lain, jua diri sendiri tentu saja. Tapi, biarlah luka saya dibicarakan nanti-nanti saja, kalau ada waktu yang berlebihan. Satu kalimat yang saya keluarkan hanyalah, “Kesenangan orang lain bukanlah tanggung jawab kita. Berdamailah dengan itu.” Kira-kira, itu adalah kalimat andalan. Tapi...