Postingan

Menampilkan postingan dari Juli, 2017

Merangsang Kekhawatiran

“Ini pertunjukannya interaktif, nggak?” “Maksudnya?” Pertanyaan saya ajukan dengan alasan antara tidak mengerti, menanyakan ulang maksudnya sama dengan yang saya tangkap atau bukan, atau memastikan ia bicara dengan saya. Atau, saya mungkin tidak mendengar jelas dia bilang “penunjukan” atau “pertunjukan” dan hasrat untuk menyunting besar. “Akan ada interaksi antara pemain dan penonton, nggak? Saya duduk di paling depan, nanti bisa ditanya-tanya. Saya takut.” Perempuan itu duduk di depan saya. Kami sudah duduk manis di bagian kanan panggung jika menghadap ke ruang suara di depannya. Ia tidak sendiri, bersama pasangannya. Saya juga. Maksudnya, saya juga tidak sendiri, bersama teman-teman saya di kiri dan kanan saya. Saya memajukan badan saya untuk memastikan kursi di sebelah kirinya masih kosong. “Di sebelah ada orang?” “Nggak ada.” “Wah,” Begitu saja saya merespons. “Oh iya! Jangan-jangan, pemainnya duduk di sini.” Dahinya berkerut. Mulutnya terbuka sedikit. Matanya sed...

Tersedak Janji

--> Dari kecil, kita biasanya sudah sering diajarkan untuk berjanji. “Janji, ya, besok sekolah”, “Janji, ya, langsung pulang”. Janji itu menyeramkan. Membuat kita tidak bisa berkelik tanpa tahu apa-apa yang akan terjadi setelahnya. Kita seperti merelakan diri masuk hutan rimba tanpa boleh keluar lagi sampai janji selesai. Di dalamnya, mungkin memang akan ada air terjun yang sejuk, sungai yang jernih, keindahan yang membuat kerasan. Tapi, juga mungkin ada kejar-kejaran dengan beruang, terkaman macan kumbang yang tiba-tiba. Itu bisa jadi masih jauh lebih baik. Kita bisa langsung mati. Selesai. Mati terhormat karena menepati janji. Ada yang jauh lebih menyeramkan. Di dalam hutan itu, bisa juga ada lintah yang menyerap darah diam-diam. Ratusan semut rangrang yang menggerogoti. Malam yang mendung sehingga gelap tak lelap-lelap. Kadar bahaya ada beberapa garis di bawah cerita sebelumnya. Tidak mematikan secara langsung. Hanya menyiksa perlahan-lahan. Luka-lukanya terus memeri...

Personalisasi Karakter Agency

--> Saya pesan bintang. Dia pesan sesuatu yang katanya dari Amerika, tepatnya Meksiko. Iya, Meksiko terletak di Amerika. Benua Amerika. Semoga kita cukup bijak untuk bisa membedakan Amerika Serikat sebagai negara dan Amerika sebagai benua. Setengah botol, dia cerita, dalam diri kita, ada setidaknya dua karakter yang terus-menerus ada. Satu karakter terus menenangkan kita. Satu karakter lagi terus membantai kita. Biasanya, karakter itu begitu personal. Mereka bisa berupa orang-orang yang memang kita kenal. Ada pula yang menyerupai orang dengan karakter tertentu. Misalnya, bagi dia, si karakter bijaksana selalu berupa seorang nenek tua yang terus menenangkan dirinya, “Maafkan diri kamu, Nak. Terima dirimu apa adanya.” Karakter satu lagi menyerupai ayahnya yang kerap bilang, “Kamu masih saja mengecewakan.” Bagi saya, ceritanya masuk akal. Saya sering menjadi pengamat pembicaraan serupa itu. Di dalam kepala saya; pun kadang suka keceplosan untuk saya katakan lantang. Ada ma...