Postingan

Untuk Er

“Dunia itu pincang.” Aku mengatakannya dengan muka memerah, membanting buku catatan ke meja, dan menyegerakan diri untuk duduk di hadapanmu. Aku tidak mendengar adanya tanggapan, maka kutatap matamu. Kamu sedang menopangkan dagu di tangan, senyum merekah, menatap dalam. “Ada apa, adik kecil?” tanyamu dengan senyum tak berhenti-henti. Tatapan serupa tak berubah, bahkan semakin merekah ketika aku mengolah segala kisah yang ogah untuk adil. Tawamu mengunci angkaraku. Muka kubuang ke samping, berikut pandangannya. “Memang pincang, memang tidak adil. Tapi, itu juga bisa jadi kesempatan untuk saling menopang dan membuat keadaan lebih baik,” ia tersadar aku mulai tak bisa dilerai. Kukembalikan tatapanku padanya. Saya siap mendengarkan kelanjutannya. Mari bicara tentang apa saja yang membuat kepincangan dunia: kebobrokan pemerintah dan parlemen, korupsi yang merajalela, konstruksi sosial yang menyudutkan, publik yang disamaratakan, konsep bibit unggul yang menyampingkan bibit tak berakses, vi...

SINESTESIA: Antarkan Saya Pulang

Gambar
“Habis bulan puasa,” atau “Tahun depan.” Itulah kalimat yang selalu terlontar dari personel Efek Rumah Kaca. Entah sejak tahun berapa. Omongannya bukan kosong, tetapi memang selalu ada yang keluar, entah Pandai Besi, ERK Remix, kolaborasi dengan musisi lain, merchandise , konser PanBes. Biar, sampai lelah untuk menanyakannya lagi karena terus merasa diakal-akali, celaan yang menghantui malah menjadi hambar saking lamanya. Sebenarnya, ini bukan hanya perkara celaan yang jadi kartu kunci, saya juga menanti betul-betul album ketiga Efek Rumah Kaca. Penantian terjawab dengan album yang dipirit-pirit. Satu single , satu single , konser di Bandung—yang tidak bisa ditonton karena saya sedang ada di Belanda. Saya sudah mempersiapkan diri untuk dua single yang siap diramu Pandai Besi, tapi ternyata tidak bisa setertebak itu. Satu album penuh keluar. Beberapa hari setelahnya, saya membeli melalui iTunes. Sekalinya transaksi pakai kartu kredit, tagihan muncul 600-sekian ribu. Saya kira album...

Saya, Nails, Kotak-kotak, dan Putih

Baju Nails, jeans usang, dan sepatu vans lusuh. Rambutnya digulung ke atas. Perempuan itu duduk bersama seorang temannya di meja ini yang kebetulan adalah suami saya. Suami saya pakai kemeja kotak-kotak, sepatu kets Nike, dan juga pakai topi dibalik. Saya bisa ada di satu meja dengan Mbak ini karena teman laki-lakinya —yang juga suami saya —   mengajak saya. Ajakan ini semudah dia lupa janjian dengan teman baiknya, tetapi terlanjur bikin janji dengan saya. Padahal, saya sudah memohon-mohon waktunya supaya bisa bicara panjang-lebar macam zaman pacaran dulu. Pernikahan memang tidak semulus ijab kabul. Alhasil, bersatulah kami. Tingkat kelupaan teman laki-lakinya memang melambung tinggi. Bukan hanya janji di antara kami berdua yang bentrok, ada juga satu janji bersama teman laki-lakinya yang lain—yang teman dekat saya juga. Temannya semasa sekolah itu datang menyusul. Untuk yang satu ini, kami sering pergi bertiga, tapi kali ini saya perlu waktu berdua dengan suami saya. Ketika s...