Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2012

Pulang

“Yang fana adalah waktu, kita abadi.” – Sapardi Djoko Darmono Sudah dua belas bulan dialami selama hitungan waktu yang dinamakan 2012. Seluruhnya terangkum dalam satu kata bagi saya, yaitu pulang. Ya, saya pulang tahun ini. Tahun ini jauh di luar perkiraan saya dan memang hidup selalu menawarkan sesuatu yang lebih dari perkiraan semata. Jauh lebih luas tanpa serta-merta besar. Bisa saja, kita memberikan kejutan terhadap hidup atau malah justru sebaliknya: hidup mengejutkan kita. Banyak hal yang saya kira bisa dilalui, ternyata tidak bisa. Namun, buat apa bermuram durja akan hal itu? Toh, lebih banyak lagi kejadian dialami, meskipun sebelumnya tak disangka bisa dilalui. Ini adalah penghujung tahun dan semua hal yang tidak semudah itu berhasil terlalui, tak menutup kemungkinan untuk terus terjadi pula pada hitungan tahun selanjutnya. Tahun 2012 mengajak saya berkelana lebih jauh dari biasanya. Hampir sebagian besar di antaranya, saya memilih untuk segera pulan...

Paradoks

Ikhlas menjadi buah bibir di mana-mana. Sering kali dijajakan orang-orang selayaknya barang dagangan andalan. Diumbar-umbar dan diperlakukan sebagai janji kepastian untuk keadaan yang lebih baik. Paradoks. Pada saat yang sama, mereka mengumbar ketidakpastian untuk sesuatu yang tidak mungkin: kepastian. Pada suatu malam, seorang pencari pernah bercerita tentang perjalanannya menemukan keikhlasan. Ikhlas dirasakan betul ketika ia membuang air besar. Sesuatu yang sudah ditahan lama kemudian begitu saja rela dilepaskannya. Tanpa tahu, setelah itu apa yang terjadi. Dan, tanpa resah berlebihan, keinginan untuk membuangnya akan hadir lagi dan lagi. Lagi-lagi, orang kerap bicara tentang sesuatu yang tidak dipahaminya. Merasa menjalankan, mengalami, dan selanjutnya ingin mengajarkan orang lain. Sebut saja: tuhan, cinta, hantu, percaya, termasuk ikhlas. Kemarin, Jakarta dikepung mendung sehari penuh. Tak pernah pasti kapan hujan turun. Suasana berubah muram sekaligus mene...

p e c a h d i l a n g i t

Gambar
semua gelap tanpa kalap. terasa begitu sunyi hingga alap. sepi menyergap untuk membentang rasa sekaligus memusatkan pesona. ruang memencar; tak berkonteks. waktu kehilangan detiknya. satu-satunya kesadaran hanyalah berada. tiap tarikan napas memicu hembusan yang terdengar jelas. begitu dekat. gelap kembali melekat. titik-titik cahaya mendekat. sinar itu dari satu pusat yang pecah. ruahnya menyerpih. beterbangan. semakin lama semakin dekat dan lebih besar. putih itu serpihan dari pecah yang bergerak begitu perlahan. p e l a n disingkap derai. turut meledak. meramaikan gelap yang hanya saat ini.  di sini.   tadi dan nanti berbaur hingga kehilangan makna. semua pelan. sadar ini pelan, tanpa maksud lamban.  meledak. menjadi serpihan cahaya yang pecah. memencar dalam kecepatan paling lambat. *suatu pagi yang dimulai dengan Explosions in the Sky

Jenakalah

Gambar
Setiap kali, tawamu membahana untuk menertawakan kepincangan dunia. Hanya matamu yang kutatap tiap berpapasan. Apakah itu lebam dalam matamu? Tertutup rambut yang beterbangan saat tawa menggelak. Kamu pasti tahu. Aku tak akan menanyakannya. Sudah tahu betul jawabmu, “hidupku tak pernah menderita, segala pedih kusambut dengan jenaka”. Kemudian, kamu akan bilang aku terlalu melebihkan segala yang ada. Jenakalah. Toh, jenaka pun berawal dari duka. Jika luka ingin kau nikmati tanpa berbagi, aku menanti. Kita punya cara masing-masing, begitu kerap kau katakan. Diam-diam, kamu tak pernah tahu. Aku menanti segala nanti. Ketika kamu mengira aku bergerak melonjak, tuturku menggenang tanpa aliran. Kita bersama tanpa berdekatan.

selamat ada*

Gambar
mereka buka mata untuk membedakan warna kamu buka rasa melebur menjadi lebih dari satu segala kosong kamu isi pun menampung segala ruah tak perlu takut untuk mimpi jatuh pun selalu di bawah kemudian, segala jalan terbuka belajar menapak kaki lagi bawah tak pernah dilupa untuk terbang semakin tinggi  *12 Desember 2012

Tinggi dan Kering*

Aku dan kamu begitu akrab dengan Thom Hampir tiap detak dan kata sama-sama diselami Seperti ia yang pernah bilang Jangan tinggalkan aku dalam keadaan tinggi dan kering Aku dan kamu sedang tinggi Setinggi-tingginya Kerap salah satu menarik turun Untuk menikmati proses Tidak, aku dan kamu tidak takut akan tinggi Hanya saling percaya Bahwa menapak juga merupakan dari pembelajaran Aku dan kamu sedang kering Sekering gurun yang belum pernah disinggahi Kerap menyiram perlahan Agar lembab kita menjadi Tidak, aku dan kamu tidak sebegitu beraninya akan kebasahan Hanya saling yakin Bahwa kering selalu menanti air untuk terus mencari Aku dan kamu belum berani untuk ditinggal Dalam keadaan tinggi dan kering Tinggi dan kering adalah perjalanan bersama *High and Dry - Radiohead

Kata Siapa Lebih Baik?

daripada sibuk mencari arti lebih baik menuai rasa

Pagi Puisi Pagi

Puisi membuka pagi Bercengkerama mesra dengan si empunya rasa Khawatir harinya dibawa kabur oleh kebahagiaan Bukankah khawatir merupakan awal dari segala pengukuhan? Kemarin, ia khawatir hujan turun Ternyata, ketika memang turun Ia menjadi begitu yakin atas kekhawatirannya Sekali-kali, memang percaya hujan membawa kemuraman Sekali-kali, begitu yakin hujan berbagi tenteram Khawatir tak selamanya mengajak jawaban yang sama Bercumbu dengan keraguan Semoga tidak ada yang lupa Orang-orang yang pernah ragu Bisa jadi lebih yakin Pagi membuka puisi Tak dipertentangkannya lagi Siapa yang melakukan Siapa pula yang dikenai tindakan Pagi bersama puisi Puisi bersama pagi

Terlalu Paling

Kata mereka, semua yang terlalu kurang baik. Kita sering lupa bahwa terlalu kami dan mereka kerap berbeda. Sementara itu, kebanyakan dari kita juga begitu sedemikian rupa untuk menyamakan yang berbeda. Ini terlaluku, suatu pagi ia berkata. Ini belum apa-apa, jawab satunya. Satu lagi merasa tak sanggup untuk merasakan terlalu yang lebih terlalu. Apa yang bisa dibawa terlalu sebenarnya? Terlalu dapat membawa kita pada titik teratas sekaligus titik terbawah. Titik paling. Memang, banyak juga di antara kita yang ketakutan akan paling, sedangkan juga berlomba-lomba untuk menjadi paling. Apakah ada kecenderungan bahwa kita menginginkan hal-hal yang kita takutkan? Sementara itu, berani seperti sesuatu yang begitu ingin kita menjadi.