Postingan

Lapor, Komandan!

Tugas saya berat. Menerima perintah dari atasan untuk menulis dalam semalam. Yak, benar, semalam. Dan, tentang kehilangan. Yak, benar, kehilangan. “Komandan yang saya hormati, ini bukan perkara hanya tentang waktu, tetapi juga soal tema yang diangkat. Berat. Apalagi mengingat saya bukan penulis.” Saya lebih suka mendapat tugas “selamatkan orang-orang yang termarjinalkan” atau “pergi ke pelosok untuk mengedukasikan penduduk lokal”. Itu terdengar lebih heroik. Bisa menjadi tujuan hidup dan bisa menjadi bahan untuk diceritakan ke orang-orang. Entah apa itu artinya menyelamatkan dan mengedukasikan. Yang penting, seolah-olah berbuat sesuatu. Tapi, buat apa bicara tentang sesuatu yang tidak terjadi? Akhirnya, saya habiskan sepagian hingga sesiangan untuk belajar kilat—kalau memang belajar bisa sekilat itu—bagaimana cara menulis. Salah satu tulisan yang saya baca selintas adalah tulisan Yusi Pareanom. Katanya, ada tiga hal yang bisa membuat sesuatu layak dituliskan: kebaruan, keunikan, d...

Telat

Kerinduan baiknya dipupuk? Atau, ditusuk hingga tanpa bentuk? Mungkin, ditanam dalam-dalam? Agar malam bisa tetap tenteram Kehilangan tak perlu balas Pun selalu muncul itu paras Tapi kata-katanya tertinggal Pelukannya terasa tak janggal Jalanan basah dan kosong Lampu kuning siapa yang bohong? Kapan dan di mana sudah saru Makna dan arti membaru

Belok-belokan

Sebuah catatan sudah saya persiapkan sebelum duduk manis di meja itu. Isinya adalah daftar apa-apa saja yang perlu saya bicarakan dengan dia terkait satu proyek kami. Dia memberi kabar, kemacetan membuatnya terlambat hadir. Saya tak ambil pusing. Setidaknya, hari ini, saya bertemu dia. Saya sudah tidak sabar untuk meluapkan beberapa ide yang saya tahu betul akan menambah deretan daftar tugas yang perlu saya lakukan. “Saya punya pengakuan. Ini pacar saya,” ia menunjukkan layar di ponselnya. Ia bersama seorang perempuan yang saya tidak kenal. Itu adalah kalimat pertamanya ketika duduk semeja dengan saya. Catatan yang sudah saya persiapkan jauh-jauh hari saya tutup dan saya geser dari hadapan. Ini adalah akan menjadi pembicaraan panjang. Mungkin, kami sama-sama sudah mempersiapkan pertemuan itu. Tapi, persiapan kami berbeda. Dia kemudian menceritakan rentetan kisah cintanya sebagai lesbian. Atau biseksual. Dia belum memutuskan. Dalam ceritanya, ia berkali-kali menyebut dirinya se...

Malam Penghargaan

Selamat malam. Yang saya hormati: Ibu dan Bapak Juri, juga Ibu dan Bapak RT serta RW, Bapak dan Ibu di rumah yang saya harap tidak mendengarkan ini, apalagi kakak-kakak saya; yang saya sayangi: teman-teman yang sudah membuang-buang waktu, saya ucapkan selamat malam. Saya tidak mempersiapkan omongan ini. Sama sekali tidak. Jadi, ini saya rada bingung harus bicara apa. Ini semua di luar dugaan. Untuk sesuatu yang terjadi di luar dugaan, tentu saja ini bukanlah yang pertama kali dalam hidup saya. Tapi, tetap saja, selalu ada efek kejut. Selalu terasa seperti yang pertama. Efek kejut itu bisa bermacam-macam. Yang satu ini, tentu saya merasa tidak pantas. Bagi saya, bisa dikatakan cukup seringlah—kalau tidak bisa dibilang banyak—saya mendengar kisah yang lebih tragis daripada cerita-cerita yang terjadi dalam hidup saya. Jadi, sebagai salah satu penerima Penghargaan Pecundang Andal, saya merasa sebenarnya saya kurang sepecundang itu. Pun, memang, memang benar, saya memang pecundan...