balon udara

Biarkan kita berbincang lewat tawa untuk menutupi ketakutan yang membara. Ceritakan lagi kisah yang sudah pernah terungkap agar rasa sakit ini tak terlihat jelas. Tak perlu ada kejujuran untuk menutupi rasa bersalah. Aku pun ada di sini karena kebohongan besar yang sudah mendarah daging.

Diterbangkannya kita untuk melihat pemandangan. Namun, kita hanya bisa menikmatinya dengan menutup mata. Tak ada cara lain. Yakin bahwa pemandangan dalam citra mental lebih bagus daripada yang terlihat di atas sana. Pejaman ini mengurangi gemetar tubuh akibat ketinggian yang ditakutkan.

Saat itulah, ia memanggil, memintaku untuk melihatnya. Tak ada cara lain untuk berkomunikasi dengannya, aku harus melihatnya. Bahasa isyaratlah pilihan yang tertinggal, sisanya kabur. Aku harus membuka mata di atas sana dan memandangnya di bawah. Nyata. Jelas. Tubuhku kaku, melebihi gemetar ketakutanku. Ia pun mengisyaratkan, "Jangan takut jatuh. Aku ada di sini. Bukan untuk menunggumu jatuh, tapi kehidupanku memang hanya ada di bawah sini".

Aku melihat pemandangan untuk pertama kalinya. Gunung gersang sekaligus subur. Tak ada batas. Aku takut karena belum tahu, belum kenal, belum paham, belum berpengalaman.

Komentar

Posting Komentar