abu rokok
Saya terburu-buru membuang puntung dan abus rokok yang sudah menggunung di dalam asbak. Itu pun kulakukan diam-diam. Tak ada seorang pun yang boleh melihatnya. Bukan karena ada yang melarang dan aku takut ketahuan, hanya saja aku tak mau ada yang tahu. Ikut kubuang pula rasa bersalah yang terlihat kotor dan akan menyakitkan nantinya. Itu semua semata-mata aku tak mau lagi diingatkan akan rasa bersalah mengotori paru-paru.
Apakah pada dasarnya orang selalu membuang rasa bersalahnya untuk tak terlihat lagi oleh dirinya sendiri? Untuk kemudian bisa melakukan lagi. Bukan sama sekali tanpa rasa bersalah, hanya mengurangi rasa cemas. Walaupun begitu, pada akhir nanti, bukan berarti sesal tak pernah datang.
Napasku hanya sebentar. Biarlah aku terkejar oleh waktu yang menyempit untuk melakukan banyak.
Apakah pada dasarnya orang selalu membuang rasa bersalahnya untuk tak terlihat lagi oleh dirinya sendiri? Untuk kemudian bisa melakukan lagi. Bukan sama sekali tanpa rasa bersalah, hanya mengurangi rasa cemas. Walaupun begitu, pada akhir nanti, bukan berarti sesal tak pernah datang.
Napasku hanya sebentar. Biarlah aku terkejar oleh waktu yang menyempit untuk melakukan banyak.
stuju ama ini: "Apakah pada dasarnya orang selalu membuang rasa bersalahnya untuk tak terlihat lagi oleh dirinya sendiri? Untuk kemudian bisa melakukan lagi. Bukan sama sekali tanpa rasa bersalah, hanya mengurangi rasa cemas."
BalasHapussayangnya, semakin sering kesalahan dilakukan, semakin kebal dari rasa bersalah.. kalo kata quote mah "bisa karena biasa".. ahh bener banget! dan gw masi sering melakukannya, hadoohh..
tak apa, dari salah belajar dan percaya benar. Kalau tak pernah salah, dari mana tahu itu benar? hehehe... *sambil melakukan semua kesalahan* hahaha
BalasHapus