pembuka pintu

Dulu, ketika belum banyak perubahan yang terjadi, perempuan itu suka berdiam diri di kamar depan. Kadang ia menonton film atau mendengarkan musik dengan volume kecil atau membaca tanpa suara apa pun. Ia menantikan adanya suara pintu depan yang begerak. Ketika suara itu terdengar, biasanya ia tersenyum simpul. Kemudian, keluar untuk membukakan pintu dan pindah ke kamar belakang bersama si pembuka pintu tadi. Diceritakannya kisah tak penting hari itu sampai terlalu lelah untuk pindah kamar. Atau, dipilihnya film yang sama sekali bukan seleranya. Menontonlah mereka film si pembuka pintu sampai terlelap. Sekali-kali, ketika kantuk sudah tak tertahan, tersadar betul selimutnya dibenarkan untuk melindunginya dari dingin dan sengatan nyamuk. Pembuka pintu pun selalu menunggunya tertidur pulas untuk menelepon pacarnya tengah malam di luar setelah mematikan lampu kamar belakang. Ketika pagi datang, biasanya mereka masih berada di satu kasur yang sama.

Sekarang, sudah banyak perubahan terjadi. Film yang ditonton sesuai dengan seleranya. Ia harus selalu mematikan lampu sendiri. Jika tertidur tanpa selimut, ia pun pasti terbangun tengah malam karena kedinginan dan harus menarik selimutnya sendiri. Cerita kesehariannya tersimpan rapi dalam jurnalnya. Perempuan itu sudah tidak bisa menanti apa-apa lagi dan tidak mau menanti apa-apa lagi. Hanya satu, yaitu akhir pekan. Perempuan itu selalu bermain dengan seorang anak perempuan kecil hasil pernikahan pembuka pintu dan pacarnya itu pada akhir pekan.

Komentar