Rindu Bapak
Dua bulan
terakhir, kondisi kesehatan ayah saya memang menurun. Sempat bolak-balik rumah
sakit. Meskipun demikian, ia tetap tidak terlihat seperti orang sakit, hanya cepat
lelah.
Sesungguhnya, saya
tidak pernah siap dengan keadaan ini. Entahlah. Beribu cara saya cari untuk
menguatkan diri. Nyatanya, di ujung waktu dan ruang, saya tetap pada kesadaran
di titik ini. Saya rindu bapak saya.
Saya terlalu
takut. Hingga menganggap rela melepaskan apa pun demi kesehatan ayah saya.
Seolah-olah, saya mampu tawar-menawar dengan tuhan. Nyatanya, saya tidak
mendapat respons dari tawaran terakhir.
Saya coba cara
lain. Cara pengecut saya, seperti biasa. Saya menjauh. Jarang pulang alih-alih
butuh energi dari luar. Nyatanya, di ujung waktu dan ruang, sata tetap rindu
bapak saya. Setengah mati.
Kesadaran ini
menampar saya bolak-balik. Di mana saya ketika bapak saya berada di jalanan
menurun; ketika membutuhkan kehadiran dan energi saya di sekitarnya? Padahal,
di balik itu semua, saya menuntut orang untuk hadir pada jalan turunan.
Ah, rindu saya
membuncah.
Komentar
Posting Komentar