Masa Ini Masa' Itu?
Apa yang tak sirna oleh kala? Apa saja yang tetap lekang
tanpa terpikir ‘tuk hengkang?
Saya meragu menjawabnya. Tak akan ada jawab yang unggul
walau sudah meratap. Padahal, ini sekadar pembenaran yang seringnya justru jauh
dari kebenaran.
Kita kerap melupa akan rasa yang lengkap. Hanya
potongan-potongan momen yang membias. Dicoba dipanggil lagi rasa, tetapi
terlepas. Kita justru cipta rasa baru dari potongan-potongan itu yang justru
hanya berupa pembenaran. Penciptaan untuk membuat keadaan kini terasa lebih
baik. Itulah ingatan saya. Hanya momen, tanpa rasa. Namun, saya tidak cukup
puas. Penasaran muncul dan tak ambul-ambul. Satu-satunya kejujuran adalah saat
itu sendiri. Dan, itu terselip dalam tulisan-tulisan saya yang lalu. Rasa saya
sembunyikan serapi mungkin dan juga kadang sembarangan menonjol tanpa memihak.
Perjalanan rasa ternyata begitu panjang. Terang saja, ini
menahun. Kisah tentang rasa itu terserak. Berantakan di mana-mana dan saya
dengan tekun memungutnya satu per satu. Bukan untuk sakit, bukan. Ini hanya
untuk percaya akan rasa yang pernah ada, bukan rasa yang saya cipta saat ini.
Tak terlalu sulit untuk bertemu dengan kebenaran.
Pembicaraan serampangan. Perguyonan sembarangan. Pertukaran kisah yang terputus
dan tersambung. Berulang kali. Hingga mencapai kebiasaan yang terlepas dari
kekhawatiran akan kehilangan.
Apa yang tak sirna oleh kala? Apa saja yang tetap lekang
tanpa terpikir ‘tuk hengkang?
Saya terbata menjawabnya beberapa malam. Pernyataan
membeku dan terlambat mencair dalam kadar suhu panas.
Apa yang tak sirna oleh kala? Apa saja yang tetap lekang
tanpa terpikir ‘tuk hengkang?
Kita hanya bisa merasa saat ini. Tak perlu akal panjang untuk
merunut kepekaan diri yang berwujud insting alih-alih perlindungan untuk terus
bertahan.
Beku. Beku yang melekat, tak semudah itu untuk melepaskan
kulit di ujung jari, seolah menempel pada kebekuan. Beku yang tidak
mengeluarkan asap, pun sudah disekap. Jangankan harap, ini sudah batas untuk
lelap yang menentang jarum jam.
Pada saat itu juga, saya hanya percaya pada nyanyian barisan
nada melenakan yang membawa pada potongan-potongan pada masa itu, masa ini,
masa nanti. Menanggalkan segala. Benar-benar segala.
Kemudian, apakah masih lancang untuk bertanya-tanya yang lain?
Apa yang tak sirna oleh kala? Apa saja yang tetap lekang
tanpa terpikir ‘tuk hengkang?
Komentar
Posting Komentar